DARA| JAKARTA – Memperingati 20 tahun tragedi Semanggi I, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar jumpa pers di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).
Hadir Maria Catarina Sumarsih, ibu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, seorang mahasiswa Universitas Atma Jaya yang menjadi korban tragedi tersebut.
Sumarsih menuturkan masih aktif menyuarakan advokasi terkait kasus tersebut. Namun, ia juga tak mengelak untuk mengakui dirinya pernah merasa lelah untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang menjadi korban kasus pelanggaran HAM berat.
Menurutnya, hal tersebut juga dirasakan oleh keluarga lain, sehingga ada yang tidak hadir pada acara-acara terkait kasus tersebut. “Kalau yang datang hari ini hanya saya, terus terang saya yang belum pernah berhenti memperjuangkan kasus pelanggaran HAM berat, termasuk anak saya,” ujarnya.
“Saya juga merasakan saat-saat saya putus asa, lelah, dan hal ini dirasakan oleh keluarga korban yang lain,” sambung dia seperti dirilis dari kompas.com.
Namun, hal itu tak berarti keluarga lain tidak menginginkan keadilan bagi anggota keluarganya yang menjadi korban. Sumarsih mengaku dititipkan pesan oleh keluarga korban yang lain agar terus memperjuangkan kasus tersebut.
“Ada keluarga korban yang mengatakan, ‘Saya minta tolong supaya ibu tetap memperjuangkan penembakan anak saya meskipun saya tidak ikut bersama-sama berjuang’,” ungkap perempuan berusia 66 tahun tersebut.
Pada peringatan tahun ke-20 ini, mereka tetap meminta agar kasus tersebut diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku. Kasus Semanggi I belum pernah menyentuh pengadilan apapun, dibandingkan tragedi Trisakti dan Semanggi II.
“Memang untuk kasus Semanggi II pernah digelar di pengadilan militer sekali, untuk Trisakti dua kali pengadilan militer, untuk kasus Semanggi I belum disentuh pengadilan apapun,” ujar Sumarsih. “Yang kami tuntut adalah penyelesaian melalui pengadilan HAM ad hoc, bukan pengadilan militer karena pengadilan militer hanya untuk mengadili prajurit yang melanggar ketentuan administrasi,” lanjut dia.
Selain itu, mandeknya penyelesaian kasus itu membuat keluarga korban beserta KontraS mendesak beberapa hal kepada pemerintah, yang disampaikan pada konferensi pers tersebut. Diantaranya memerintahkan Kejaksaan Agung agar menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Sudah 20 tahun berkas penyelidikan mandek atau ‘dipeti-eskan’, padahal mekanisme di UU sudah jelas dan hasil penyelidikan Komnas HAM sudah memenuhi syarat-syarat hukum atau pro justicia, sehingga tidak ada alasan jaksa agung menolak penyidikan,” ujar Staf Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya Saputra. Desakan lain menghentikan segala upaya Menko Polhukam Wiranto untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur rekonsiliasi.***
Editor: denkur