DARA | CIANJUR — Sebuah peternakan ayam petelur di Desa Cisarandi, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat diduga beroperasi tanpa izin lengkap.
Kepala Seksi Penyelengaraan Perizinan dan Nonperizinan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cianjur, Suferi Faisal, mengaku telah menerima pengaduan masyarakat atas aktivitas perusahaan peternakan tersebut.
Pengaduan ditindaklanjuti dengan menurunkan tim untuk mengkros cek kondisi di lapangan. “Dari hasil cek, perusahaan peternakan ayam petelur itu baru sebatas daftar ke OSS (online single submission). Tapi berkas belum masuk ke sini (DPMPTSP). Jadi, sampai saat ini IMB-nya belum terbit,” kata Suferi, kepada wartawan, Minggu (28/7/2019).
Suferi menyebutkan, baik IMB maupun kelengkapan perizinan lainnya belum terbit, maka secara aturan tidak boleh ada aktivitas atau operasional apapun. Namun, DPMPTSP tidak berwenangan melakukan penindakan karena bukan petugas penegakan peraturan daerah.
“Sebetulnya ranah kita hanya administrasi. Ranah penindakan kan ada penegak Perda (Satpol PP),” ujarnya.
Sepengetahuannya, perusahaan peternakan ayam petelur sudah mengantongi pertimbangan teknis (Pertek) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Termasuk Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari konsultan lingkungannya sudah ada. “Tapi itu belum cukup karena harus ada izin lainnya, antara lain seperti siteplan, IMB, dan izin usaha peternakan,” katanya.
Kepala Seksi Penyidik PNS Satpol PP Kabupaten Cianjur, Heru Haerul Hakim, mengaku sempat menyegel perusahaan peternakan ayam petelur di Desa Cisarandi sebagai bentuk pengawasan setelah mendapat pengaduan. Namun segel itu kembali dibuka karena ada itikad dari manajemen perusahaan mengurusi kelengkapan perizinan.
“Kita datang ke sana, kemudian kita segel. Karena waktu itu di sana (peternakan ayam petelur) tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia, kemudian kita segel. Lalu kita layangkan surat pemanggilan. Baru setelah itu mereka mengutus perwakilan yang bisa berbahasa Indonesia,” ujar Heru.
Hasil klarifikasi pemanggilan itu, lanjut Heru, perwakilan perusahaan menyerahkan berbagai kelengkapan administrasi seperti Pertek yang diterbitkan BPN, resi untuk perizinan, NIB (nomor induk berusaha), dan lain sebagainya.
“Kalau dari sisi administrasi, memang harusnya ada rekomendasi dari (Dinas) Peternakan. Kita (Satpol PP) tidak berwenangan mengatur hal teknis. Kita tidak tahu, dalam sistem OSS itu diatur tidak izin perusahaan peternakan ini keluar harus ada rekomendasi dari dinas peternakan setempat atau tidak. Kita kan tidak tahu. Sistemnya online. Asal dia (perusahaan) sudah melengkapi sesuai syarat komitmen, dia (perusahaan) sudah bisa aktif dalam sistem OSS itu,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur, Parwinia, mengaku belum mengetahui persis ada atau tidaknya izin rekomendasi dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan terhadap perusahaan peternakan ayam petelur tersebut.
“Nanti saya coba cek dulu apakah sudah ada atau belum izin rekomendasi dari kami,” kata Parwinia.
Parwinia tak memungkiri hingga saat ini masih terdapat perusahaan peternakan ayam yang diduga belum mengantongi administrasi perizinan lengkap. “Kadang-kadang, peternakan (ayam) itu muncul tapi belum mengantongi izin rekomendasi dari kita (Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan). Kalau yang sudah ada izinnya sih tidak ada masalah,” ujarnya.
Selain perizinan, lanjut Parwinia, yang harus diperhatikan juga radius antar peternakan ayam. Artinya, Peraturan Menteri Pertanian maupun Undang-undang Peternakan mengamanatkan pengaturan jarak antara satu peternakan dengan peternakan lainnya.
Apalagi jika terdapat peternakan ayam yang berbeda jenis antara broiler (pedaging) dan layer (petelur). “Di dalam aturan undang-undangnya tidak boleh. Harus berjauhan (antara peternakan broiler dan layer),” kata Parwinia.
Hasil pengamatan di lapangan, di dekat perusahaan peternakan ayam petelur di Desa Cisarandi terdapat peternakan ayam broiler yang masuk ke Desa Sukamulya. Kedua perusahaan peternakan itu berjarak sekitar 170 meter, hanya terpisah ruas jalan.
Relatif berdekatannya jarak peternakan ayam berbeda jenis tersebut bisa berdampak terhadap penyebaran virus. Terutama potensi penyebaran virus dari ayam petelur terhadap kondisi ayam pedaging.
“Tidak bisa berdampingan seperti itu. Harus ada jarak. Dampaknya bisa kena penyakit,” katanya.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan