DARA | BANDUNG — Kelompok kesenian Reog Ponorogo Singoledoyo tampil pada Gebyar Pesta Rakyat yang diselenggarakan Karangtaruna dan Pemerintah Desa Margahayu Selatan, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (15/9). Mereka tampil, tanpa dibayar.
Teguh Singoledoyo, pemimpin padepokan kesenian tersebut beralasan, keiklasannya itu karena ingin melestarikan kesenian reog Ponorogo. Pertimbangan lainnya, sekretariat padepokan Singoledoyo berada di kawasan desa tersebut.
“Karena dekat, jadi bisa berjalan ke lokasi GPR. Kalau jauh repot. Harus bawa 25 personil ditambah gamelan reog,” kata pria pensiunan guru ini.
Ia memaklumi kondisi panitia. Selain itu, dia bersama 25 orang personil reog Ponorogo berpartisipasi dengan niat untuk mengembangkan kesenian yang mulai dikenal sejak tahun 1853 pada masa Kerajaan Brawijaya ini.
“Saya ingin mengembangkan kesenian ini di Bandung. Dari Pacitan Wonogri Saya pindah ke Bandung tahun1976 kemudian berkat dukungan para tokoh seni di sana saya membawa reog ke Bandung dan mendirikan Padepokan Singoledoyo pada 2 April 2007,” ujarnya.
Teguh berharap, seni reog tetap lestari dan diteruskan oleh generasi selanjutnya. Jangan sampai, lanjut dia, kalau sudah diklaim oleh negeri orang seperti kebakaran jenggot.
“Untuk itu, saya ajarkan kepada generasi sekarang. Tiap kali pentas anak-anak dilibatkan, para penarinya juga dari remaja,” katanya.***
Wartawan: Sopandi l Editor: Ayi Kusmawan