DARA | CIANJUR – Pelaku hubungan seks menyimpang, yakni laki-laki seks laki-laki (LSL) menjadi penyumbang tersebar Orang hidup dengan HIV/Aids (ODHA) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hingga triwulan ketiga, jumlah ODHA baru di Tatar Santri itu sebanyak 94 orang.
“Hampir 40 persen pengidap HIV/Aids baru di Cianjur adalah para pelaku sek menyimpang, LSL,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Cianjur, dr Neneng Efa Fatimah, kepada wartawan, Jumat (13/9/2019).
Selain LSL, lanjut Efa, penyumbang ODHA di Cianjur juga ada dari kalangan ibu rumah tangga, pekerja seks komersial, dan kelompok pelaku seks menyimpang lain. Menurut dia, angka ODHA baru tersebut kemungkinan akan terus bertambah, mengingat ada waktu tiga bulan lagi hingga akhir tahun untuk melakukan pemeriksaan dan pendampingan terhadap pengidap HIV/AID.

“Tahun ini, diperkirakan melebihi dari pendataan di 2018, dengan total 124 ODHA,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun, pada 2017 tercatat ada 168 Orang Dengan HIV AIDS, 86 orang di antaranya pelaku seks menyimpang atau gay. Sedangkan, pendataan yang dilakukan sejak 2005 hingga 2016 tercatat 655 ODHA.
ODHA berdasarkan kelompok usia, lanjut Efa, berada pada rentang usia 30-45 tahun. Kemudian usia 20 hingga 30 tahun, dan usia remaja.
Terkait dugaan adanya ASN di lingkungan Pemkab Cianjur yang mengidap HIV/Aids, Efa mengaku tidak memiliki data dan pihaknya tidak mengklasifikasi data profesi. Namun dia mengakui jika kemungkinan ada ODHA di lingkungan ASN.
“Tapi berpotensi ada, karena tidak tidak menutup kemungkinan di lingkungan profesi lainnya pun ada, karena HIV/Aids ini tidak terpaku pada siapa dan apa profesinya,” kata dia.
Ia memastikan, data ODHA setiap tahun akan mengalami peningkatan, karena pemkab ditargetkan untuk melakukan pendataan, pemeriksaan, dan pembinaan terhadap pengidap HIV/Aids. Menurut dia juga, data yang diperoleh tersebut akan dijadikan dasar untuk penanganan masalah HIV/Aids.
Sehingga pada 2030 bisa terkejar untuk target triple zero, yakni zero ODHA baru, zero diskriminasi, dan zero kematian akibat HIV/Aids. Sekarang target pihaknya, melakukan pemeriksaan ke setiap kecamatan untuk menemukan ODHA baru hingga 2025.
Setelahnya bagaimana target triple zero itu terwujud. Makanya, ia yakin setiap tahun ada peningkatan.
“Bukan berarti banyak itu menjadi jelek imagenya, malah itu bagus, karena kerja pemkab melalui dinas kesehatan memang maksimal. Tentu setelahnya penanganan dan pengobatan,” ujarnya.
Dia berharap dengan percepatan pendataan, penanganan, dan pembinaan, penyebaran HIV/Aids bisa menurun. Apalagi pemkab telah menjalankan program keagamaan.
Program keagaman, katanya, untuk mencegah setiap prilaku yang berpotensi menularkan perilaku seks bebas dan menyimpang, yang dapat menularkan HIV/Aids.Selain itu,ia berharap lagi, pengidap HIV/Aids juga mengikuti bimbingan dan konseling terutama yang akan dan telah berumah tangga, supaya pasangan mereka tidak tertular HIV/Aids.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan