Hari Ini, 30 Oktober, Hari Oeang Republik Indonesia, Inilah Sejarah Lahirnya Uang Pertama yang Disebut Uang ORI

Sabtu, 30 Oktober 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi uang pertama di indonesia (Foto: kemenkeu)

Ilustrasi uang pertama di indonesia (Foto: kemenkeu)

Hari ini, 30 Oktober 2021 diperingati sebagai Hari Oeang Republik Indonesia atau lazim disebut ORI. Lalu, bagaimana sejarahnya hingga Indonesia memiliki mata uang sendiri? Simak artikel ini.


DARA – Dikutip dari laman resmi kementerian Keuangan, Sabtu (30/10/2021), berikut sejarah singkat lahirnya uang ORI:

Di awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi beberapa masalah diantaranya adalah datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang karena kekosongan kekuasaan di Indonesia akibat kekalahan Jepang.

Kedua, perundingan-perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Kemudian, Belanda datang membonceng sekutu di akhir September 1945 dengan keinginan menguasai kembali negara jajahannya.

Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.

Di lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan dua keputusan penting.

Pertama, membentuk 12 kementerian dalam lingkungan pemerintahan, yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kedua, membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Dikarenakan serbuan Belanda makin gencar ke Jakarta, Pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Akibatnya Indonesia terpecah menjadi dua wilayah, yaitu wilayah yang dikuasai pemerintah Indonesia dan Belanda di bawah administrasi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membentuk negara-negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara boneka bentukan Belanda.

Kementerian Keuangan

Di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan A.A Maramis pada tanggal 29 September 1945 mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting. Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara.

Kedua, terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan.

Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.

Setelah dekrit ini diterbitkan, berakhirlah masa “Nanpo Gun Gunsei Kaikei Kitein” (Peraturan Perbendaharaan Pemerintah Bala Tentara Angkatan di Daerah Selatan) dan dimulailah babak baru pengurusan keuangan negara yang merdeka.

Pada masa itu, susunan pertama organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari lima Penjabatan (Eselon I) yang terdiri dari:

  • Penjabatan Umum dipimpin oleh M. Saubari, membawahi urusan:
  • Urusan Kepegawaian
  • Urusan Perbendaharaan
  • Urusan Umum dan Rumah Tangga
  • Pejabat Keuangan dipimpin oleh Achmad Natanegara dan Wakil Kepala R. Kadarisman Notopradjarto, membawahi urusan:  Urusan Angaran Negara, Urusan Perbendaharaan dan Kas, Urusan uang, Bank dan Kredit
  • Penjabatan Pajak, dipimpin oleh Soetikno Slamet dibantu oleh H.A Pandelaki dan R.Soemarsono Moenthalib, membawahi urusan: Urusan Perpajakan, Urusan Bea dan Cukai, Urusan Pajak Bumi
  • Penjabatan Resi Candu dan Garam, dipimpin oleh Moekarto Notowidagdo dengan Wakil Kepala R. Soewahjo Darmosoekoro.
  • Penjabatan Pegadaian yang berdiri sendiri, dipimpin oleh R. Hendarsin.

Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah Republik Indonesia. Kemudian Maklumat Presiden Republik Indonesia 3 Oktober 1945 yang menentukan jenis-jenis uang yang sementara masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Saat itu, Indonesia memiliki empat mata uang yang sah.

Pertama, sisa zaman kolonial Belanda yaitu uang kertas De Javasche Bank. Kedua, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia yaitu DeJapansche Regering dengan satuan gulden (f) yang dikeluarkan tahun 1942.

Ketiga, uang kertas pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan bernilai 100 rupiah. Keempat, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5 rupiah.

Bersamaan dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, pemerintah berencana menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk “Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia” pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Anggota-anggotanya terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R. Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna.

Tim Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta selaku tim pencari data, mencari percetakan dengan teknologi yang relatif modern di Jakarta mengusulkan G. Kolff di Jakarta dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Malang sebagai calon percetakan yang memenuhi persyaratan.

Sebagai pembuat desain dan bahan-bahan induk (master) berupa negatif kaca dipercayakan kepada percetakan Balai Pustaka Jakarta. Kerja yang rumit ini dilakukan oleh Bunyamin Suryohardjo, sedangkan pelukis pertama Oeang Republik Indonesia (ORI) adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses pencetakan berupa cetak offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta yang berada di bawah Kementerian Penerangan.

Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari 1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo.

Hal ini yang menyebabkan, ketika ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar yang menjadi Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir III.

Melalui Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946 ditetapkan berlakunya ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946 menetapkan penerbitan ORI.

Pada detik-detik diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan pidatonya pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta yang menggelorakan semangat bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat dengan diterbitkannya mata uang ORI.

“Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi.

Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara”.

Usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasil dengan diterbitkannya Emisi Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya ORI.

ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia oleh Presiden, berdasarkan lahirnya emisi pertama ORI.

Peredaran ORI Pertama Kali

Pada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai 30 Oktober 1946 tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus ditempuh dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara.

Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia sebelum mengedarkan ORI adalah menarik uang invasi Jepang dan uang Pemerintah Hindia Belanda dari peredaran. Penarikan kedua uang tersebut dilakukan berangsur-angsur melalui pembatasan pemakaian uang dan larangan membawa uang dari satu daerah ke daerah lain.

Pembatasan larangan membawa uang tunai lebih dari Rp500 seorang atau Rp1.000 sekeluarga ke kota Jakarta dan Bogor, atau sebaliknya harus seizin Menteri Keuangan. Uang invasi Jepang dan uang NICA tidak boleh dikeluarkan dari dari Jawa dan Madura dan juga tidak boleh dimasukkan ke daerah-daerah di luar Jawa dan Madura.

Nilai ORI melalui Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan 10 rupiah ORI = 5 gram emas murni, kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 untuk Pulau Jawa & Madura, dan 1:100 untuk daerah lainnya.

Penerbitan ORI selain ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia juga bertujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat. Pada awal beredarnya ORI, setiap penduduk diberi Rp1 sebagai pengganti sisa uang invasi Jepang yang masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946.

Namun, pada saat itu peredaran ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan selain faktor perhubungan, masalah keamanan juga berpengaruh karena sebagian wilayah Indonesia masih berada di bawah kedudukan Belanda.

Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun 1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).

Uang tersebut bersifat sementara dan kebanyakan dinyatakan oleh penguasa setempat sebagai alat pembayaran yang hanya berlaku di tempat tertentu. Contohnya, ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu.

Jenis ORIDA tersebut berupa bon, Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk Mandat.

Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca perdagangan, posisi cadangan devisa dan keuangan negara.

Jumlah peredaran ORI dan ORIDA pada 1946 sebesar Rp323 juta diperkirakan meningkat menjadi Rp6 milyar pada akhir 1949[21]. Selain itu, penyebab kesulitan penghitungan lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan Pemerintah Hindia Belanda belum ditukarkan atau belum disimpan pada bank berdasarkan ketentuan Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946.

Pada tahun pembukuan 1949-1950, De Javasche Bank membuat data perkembangan uang beredar. Pada waktu itu deposito berjangka juga dihitung masuk dalam komponen uang giral.

Penyusunan statistik uang beredar dilakukan dengan mengkonsolidasikan neraca De Javasche Bank dengan neraca dari tujuh bank komersial yaitu Nederlansche Handel Maatschappij, Nederlandsch Indische Handelsbank, Escomptobank, Chartered Bank of India, Australia and China, Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Bank of China dan Overseas Chinese Banking Corporation.

ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku sampai 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.

Berlakunya Uang Rupiah Republik Indonesia Serikat

Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949.

Kemudian, dibentuk negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari Republik Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara boneka bentukan Belanda.

Sebagai upaya untuk menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat, pada 1 Januari 1950 Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat pembayaran yang sah adalah uang federal.

Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang memberikan hak piutang kepada pembawa uang terhadap RIS sejumlah dana yang tertulis pada uang tersebut dalam rupiah RIS. Undang-Undang Darurat tanggal 2 Juni 1950 yang mulai diberlakukan 31 Mei 1950 mengatur berbagai hal berbagai tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan Pemerintah RIS.

Dengan pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, berakhir pula masa perjuangan bersenjata melawan Belanda dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Mulai 27 Maret 1950 telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank. Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk kembali.***

Editor: denkur

 

Berita Terkait

Dorong UMKM Lokal, Pertamina Patra Niaga Regional JBB Hadirkan Kembali SME Market 2024 di Bandung
UNIQLO Senayan City, Tampil Lebih Segar dan Hadirkan Layanan RE.UNIQLO STUDIO dan UTme!
Simak Nih, Pernyataan Keras Erick Thohir Usai Dikalahkan Jepang
Usai Dikalahkan Jepang, Begini Peluang Indonesia Jika Ingin Lolos ke Piala Dunia 2026
Presiden Prabowo Subianto Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi “Grand Cross of the Order of the Sun of Peru”
Persaingan Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Semakin Ketat, Begini Peluang Timnas Indonesia
Raih Puluhan Logam Mulia dan Motor Sport di MyPertamina Fair 2024, Tukarkan Poin Anda Sekarang!
Buntut Rotmut Pejabat Eselon 2, Irjen Kemendagri Datangi Pemkab Bandung Barat. Ada Apa ya?
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 16 November 2024 - 14:54 WIB

Dorong UMKM Lokal, Pertamina Patra Niaga Regional JBB Hadirkan Kembali SME Market 2024 di Bandung

Sabtu, 16 November 2024 - 14:45 WIB

UNIQLO Senayan City, Tampil Lebih Segar dan Hadirkan Layanan RE.UNIQLO STUDIO dan UTme!

Sabtu, 16 November 2024 - 13:47 WIB

Simak Nih, Pernyataan Keras Erick Thohir Usai Dikalahkan Jepang

Sabtu, 16 November 2024 - 09:34 WIB

Presiden Prabowo Subianto Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi “Grand Cross of the Order of the Sun of Peru”

Jumat, 15 November 2024 - 17:18 WIB

Persaingan Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Semakin Ketat, Begini Peluang Timnas Indonesia

Berita Terbaru

NASIONAL

Kapolri: Selamat HUT ke-79 Korps Marinir TNI AL

Sabtu, 16 Nov 2024 - 10:07 WIB