Lima titik di Kota Bandung telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Penetapan ini merupakan pengejawantahan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2021.
DARA – Lima kawasan yang ditetapkan sebagai KTR, yakni Alun-alun Bandung, Plaza Balai Kota Bandung, Taman Tongkeng, Pasar Cihapit, dan Jalan Braga.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha mengatakan, Perda KTR ini tidak aplikatif untuk diterapkan. Selain secara nomenklatur tidak sesuai, namun dari harfiah bisa menyebabkan kebingungan di masyarakat. Pasalnya, Kawasan Tanpa Rokok merujuk pada pemahaman suatu lokasi yang tidak boleh terdapat rokok, baik dibakar maupun tidak.
“Coba kita telaah nomenklaturnya, Kawasan Tanpa Rokok berarti suatu kawasan yang tidak memperbolehkan seorang pun membawa rokok di sana, bukan cuma merokok. Secara bahasa juga coba jelaskan, definisi rokok dan merokok itu sama atau beda, ya jelas beda lah. Artinya, seseorang yang cuma bawa rokok, meskipun rokoknya yang tidak dibakar pun harus dirazia petugas karena merupakan pelanggaran Perda,” ujarnya, saat dihubungi, Rabu (17/11/2021).
Amet, sapaan akrabnya, menilai regulasi KTR di Bandung ini belum begitu kuat dalam penerapannya karena produk turunannya belum ada berupa peraturan walikota. Malah, dirinya berpandangan pengaturan KTR cukup dengan peraturan walikota tidak harus dalam bentuk perda.
“Saya tidak yakin Perda KTR memperkuat keinginan penguatan kawasan bebas rokok,” katanya.
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memang ada masalah yang muncul dan menjadi perdebatan dari pelaksanaan Perda KTR.
“Salah satunya strategi kepatuhan penerapan kawasan tanpa rokok. Harusnya, yang benar kawasan bebas asap rokok,” ujarnya.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bandung ini juga mengingatkan, tingginya angka perokok dapat menimbulkan potensi penyakit tidak menular. Maka itu perlu memperhatikan kesadaran akan bahaya merokok.
Dia menegaskan, siapapun memiliki hak untuk merokok. Namun, harus dihormati pula hak mereka yang bukan perokok dalam mendapatkan udara bersih.
“Untuk itu harus diatur batasan ruang publik mana yang diatur sebagai KTR. Semua demi melindungi kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Achmad menekankan, Pemkot Bandung seharusnya hanya membuat aturan yang sesuai dengan kewenangannya. Maka itu, Pemkot harus senantiasa mengkaji setiap membuat kebijakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum.
“Dewan adalah wakil rakyat dan penyelenggara pemerintahan di daerah. Kami meminta walikota untuk klarifikasi terkait penerapan Perda KTR ini. Aturan yang tidak jelas, di level daerah timbulkan ketidakpastian. Terlebih, kami tidak pernah dilibatkan dalam hal terapan kebijakan di masyarakat. Kebijakan itu minimal disosialisasikan dulu,” ujarnya.***
Editor: denkur