Wanita paruh baya ini sejak 2011 berprofesi sebagai pemulasara jenazah di Rumah Sakit Otto Iskandar Dinata, Soreang, Kabupaten Bandung. Berikut kisahnya yang bikin terharu.
DARA – Wanita itu bernama Ai Suartini, warga Desa Margahurip Kecamatan Banjaran.
Ai adalah seorang ustadzah. Ia diminta bekerja di rumah sakit sebagai pemulasara jenazah, terutama untuk jenazah perempuan. Ai pun bersedia dan ikhlas menjalaninya.
“Memulasara jenazah kan ibadah dan saya ingin mengamalkan apa yang saya bisa,” ujar Ai ketika diwawancara di Soreang, Jumat (19/11/2021).
Selama sepuluh tahun menjalankan profesinya, Ai mengaku tidak mengalami kesulitan, bahkan ia dengan senang hati menjalaninya.
Namun, saat pandemi Covid-19 inilah saat-saat terberat, karena jiwanya harus bergelut dengan rasa takut dan khawatir akan terpapar penyakit yang sudah merenggut banyak nyawa tersebut.
“Pertama kali ada Covid-19, sebetulnya rasa ketakutan pasti ada, cuman kalau saya pribadi tidak dibesar-besarkan. Kalau saya sendiri, pasrah saja, maksudnya kita ikhtiar dengan APD yang lengkap kemudian berdoa kepada Allah, mudah-mudahan bisa dilindungi,” ujar Ai.
Ai satu-satunya perempuan yang bekerja sebagai petugas pemulasaran jenazah Covid-19 di RSUD Otista. Pada saat kasus covid-19 di Indonesia sedang melonjak, dirinya sering mendapatkan panggilan malam hari untuk mengurus jenazah. Padahal, jam kerjanya sendiri pada pukul 08.00 WIB sampai 14.30 WIB.
Saat kasus covid-19 sedang tinggi, dalam sehari bisa memulasarakan tiga jenazah. Satu kali proses pemulasaran jenazah memerlukan waktu kurang lebih dua jam.
“Paling banyak pas kemarin Juni sampai Juli, tiga jenazah sehari. Pas Covid-19 lagi tinggi, baru juga sampai rumah sudah ada telepon lagi. Pokoknya enggak ada batasan, kalau saya on call, jam berapa saja, lagi ngapain saja. Rumah saya kan di Banjaran,” ungkap Ai.
Di lingkungan rumahnya, Ai juga dikenal sebagai guru ngaji. Kata Ai, dua orang anaknya tidak mempermasalahkan profesinya sebagai petugas pemulasaran jenazah, justru selalu mendoakan agar pekerjaannya bisa lancar dan selamat.
“Kalau gaji di rumah sakit itu Rp2.200.000, masih tenaga kontrak,” jelasnya.
Sebelum melakukan pemulasaran jenazah covid-19, Ai selalu berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Karena terkadang ada keluarga pasien yang menolak untuk dilakukan pemulasaran dengan protokol kesehatan.
“Kami dari pemulasaran menjelaskan dulu kepada keluarga pasien, cara-cara pemulasarannya, kalau sudah setuju baru dilaksanakan. Kadang-kadang misal dengan Pak Arif (bagian humas) sudah deal, tapi pas giliran ke saya baru bilang enggak setuju, jadi kita jelaskan, baru mengerti,” tutur Ai.
Ai berharap pandemi covid-19 segera berakhir, agar masyarakat bisa kembali menjalankan hidupnya dengan normal. Ia juga kerap prihatin menyaksikan keluarga yang tidak bisa melihat wajah anggota keluarganya yang meninggal akibat covid-19 karena prosedur protokol kesehatan yang tidak memungkinkan.
“Semoga semua cepat pulih, supaya semua kembali normal,” pungkasnya.***
Editor: denkur