Cirebon tak hanya punya topeng lima wanda, tapi juga ada kedok wayang wong yang jumlahnya ratusan karakter.
DARA – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon merasa berkewajiban untuk melestarikan seni tradisional karuhun itu, sehingga ditopang dari anggaran DAK 2021, mengajak para pelajar setingkat SMP untuk mewarnai kedok wayang wong tersebut. Digelar di Musium Cakrabuana.
“Awalnya peserta mewarnai kedok atau topeng wayang wong ini diajak masuk ke musium Cakrabuana, lalu mereka diperkenalkan dengan kedok wayang wong yang memiliki berbagai karakter,” ujar Momon Saptaji Plt Kasi Cagar Budaya, Disparbud Kabupaten Cirebon, Rabu (22/12/2021).
Menurut Momon, kekayaan seni budaya terutama seni topeng tidak hanya lima wanda yang sudah populer di masyarakat dan sering dipertunjukan, namun Kebudayaan Cirebon juga memiliki topeng atau kedok wayang wong yang jumlahnya ratusan karakter.
“Untuk lebih mengenal beberapa karakter topeng atau kedok wayang wong, peserta juga diajak mengenal lebih banyak karekter malalui mediasi mewarnai beberapa karakter topeng atau kedok wayang waong yang sudah di siapkan oleh pihak disbudpar,” ujarnya.
Dengan menggunakan media topeng atau kedok wayang wong dan cat yang sudah disediakan, peserta tingkat pelajar ini diajari oleh instruktur ahli seni topeng atau kedok wayang wong yang sengaja didatangkan pihak Disbudpar untuk mengajari peserta dari tingat dasar pengecetan kedok dan cara mengkombinasikan cat dengan berbagai karakter topeng atau kedok, minimalnya hasil dari pembelajaran mewarnai kedok wayang wong mendekati sempurna.
Masih menurut Momon Saptaji, kali ini, pembelajaran mewarnai topeng atau wayang wong ini sementara ada empat jenis karakter yang dikenalkan, seperti karakter Punggawa seperti Tumenggung Duryudana, Punakawa Cungkring dan Gareng, serta kedok merah karakter Baladewa.
“Tujuan dari kegiatan ini selain melestarikan seni dan budaya, akan tetapi menjadi ajang silaturahmi para mestro dan tokoh wayang wong untuk menurunkan ilmu kesenian dan kebudayaan kepada para pelajar,” ungkap Momon Saptaji.
Editor: denkur