HM Quraish Shihab adalah seorang cendikiawan muslim. Ia punya jalur keturunan Nabi Muhammad SAW. Namun, ia enggan disebut habib. Simak penurutan alasannya.
DARA – Quraish Shihab menjelaskan kenapa ia enggal disebut habib meski punya jalur keturunan Nabi Muhammad saw. Ia mengatakan merasa belum memiliki teladan akhlak yang diajarkan Baginda Nabi, sehingga belum pantas untuk dipanggil habib.
“Saya sendiri diajarkan oleh ayah, ‘Tidak usah kamu yang berkata dirimu habib. Tidak usah kamu yang mengatakan dirimu, ‘Saya profesor, saya doktor.’ Biar dari kegiatanmu orang berkata, oh ini wajar dinamai habib. Ini wajar jadi profesor,” tutur ayah dari Najwa Shihab, di kanal YouTube Najwa Shihab ini.
“Garis keturunan ini mestinya mengikuti jalur kakek-kakeknya ini, mengikuti jalur Nabi, yang menyebarkan toleransi, yang menyebarkan akhlak,” katanya.
“Apa yang terjadi sekarang itu, sebagian kecil orang bisa membuat citra yang negatif. Kemudian disambut oleh yang lain dengan cara yang tidak sesuai juga sehingga terjadi apa yang dinamakan ribut-ribut itu,” imbuh Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) itu.
Prof Quraish Shihab lalu mengutip salah satu ucapan Sahabat Ali ra yang isinya: “Bukanlah seorang kesatria mereka yang mengatakan, ‘Inilah ayah saya.’ Tapi seorang kesatria adalah mereka yang mengatakan, ‘Inilah saya”.
Alasan lain Prof Quraish Shihab enggan dipanggil ‘habib’ karena merasa dirinya belum mencintai masyarakat, sehingga masyarakat juga mencintainya.
Dalam pandangannya, seorang yang ‘layak’ dipanggil habib adalah keturunan Nabi yang mencintai masyarakat dan masyarakat juga mencintainya. “Kalau Cuma mau dicintai, (tapi) tidak mau mencintai, ya bukan habib itu dong,” ujar Prof Quraish.
Prof Quraish berpendapat bahwa setiap kelebihan yang dimiliki seseorang akan memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi. Demikian juga bagi seorang habib. Karena telah diberi anugerah nasab yang luhur, maka ia berkewajiban untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dalam dirinya seperti bersikap lemah lembut dalam berdakwah.
“Kalau kewajiban itu tidak terpenuhi, maka garis keturunan yang dimilikinya tidak akan ada artinya,” tegasnya.
Quraish Shihab mengisahkan kisah putra Nabi Nuh yang bernama Kan’an. Sebagai putra seorang nabi, seharusnya Kan’an mencerminkan akhlak seperti orang tuanya. Tapi kenyataan berkata lain karena putra Nuh itu justru tidak mau beriman kepada Allah, sehingga memperoleh siksa.
“Jadi, boleh berbangga, boleh merasa bersyukur, mempunyai garis keturunan kepada Nabi, tapi jangan tonjolkan itu. Tonjolkanlah akhlakmu, tonjolkanlah kebaikanmu, tonjolkanlah keramah-tamahanmu,” tegas Prof Quraish.
Editor: denkur | Sumber: NUonline