Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 digelar secara hibrid dengan tema: “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic”.
DARA – Tema itu, kata Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, sangat relevan dengan situasi saat ini dan merupakan kelanjutan dari tema BDF sebelumnya yaitu “Democracy and Covid-19 Pandemic”.
BDF ke 14, dibuka Menlu Retno. Diikuti 335 peserta dari 95 negara dan empat organisasi internasional yang hadir baik secara fisik maupun secara virtual.
Turut berpartisipasi Sekjen PBB António Guterres dan 18 pejabat setingkat menteri/wakil menteri, antara lain Menlu AS Antony Blinken, Menlu RRT Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta dan lain sebagainya.
“Tahun ini BDF dibuat lebih interaktif dengan meminta pandangan para ahli di bidangnya selain tentunya pandangan para menteri, termasuk di antaranya ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz,” ujar Retno dalam sambutannya.
“Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui peringanan hutang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua,” imbuh Retno, seperti dikutip dari laman resmi Kemenlu, Rabu (9/2/2022).
Equality atau kesetaraan tidak hanya menjadi ruh dari demokrasi, tapi juga sebagai mesin penggerak bagi upaya pemulihan. Equality is an engine for recovery.
“Saat ini meski masih sangat rentan dunia sudah mulai beranjak pulih dari pandemi,” ujar Retno.
Ekonomi global, kata Retno, diperkirakan tumbuh 5,9% tahun ini. Banyak negara telah melonggarkan kebijakan pengetatan. Namun banyak juga negara yang melakukan pengetatan secara sementara karena munculnya varian baru Omicron.
“Mindset kita telah berubah dari bertahan menjadi pemulihan from survival to recovery. Saya sampaikan bahwa pandemi ini datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran,” ujarnya.
Menurut laporan Freedom House tahun 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir dan 75% penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi tahun lalu.
“Pandemi semakin memperburuk kemunduran demokrasi tersebut karena telah memaksa kita untuk mengubah cara kita menjalankan pemerintahan, dan kita harus mencari titik keseimbangan antara menegakkan nilai-nilai demokrasi dan menerapkan peraturan untuk mengatasi pandemi. Kita lihat sebagian negara berhasil dengan baik dan sebagian lagi mengalami kesulitan mempertahankan demokrasi di tengah pandemi,” kata Retno.
“Saya menegaskan tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara yang paling baik menangani pandemi adalah negara-negara demokrasi,” imbuhnya.
Menlu Retno Marsudi juga menekankan pentingnya terus menjalankan demokrasi di masa pemulihan. Dalam kaitan ini ada tiga hal yang disampaikan, pertama harus memegang teguh prinsip keseteraan untuk memastikan pemulihan yang cepat.
Dalam demokrasi, keseteraan adalah soal fairness. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang setara untuk menang melawan pandemi Covid-19. Untuk itu harus memastikan akses vaksin yang setara bagi semua.
Jurang kesenjangan vaksinasi saat ini masih sangat lebar. 64,94% Popoulasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis sementara di negara berpendapatan rendah baru 8,06%. Ini tentunya tidak dapat dibiarkan.
“Kita harus mendemokratisasikan distribusi vaksin ke semua negara utamanya yang penduduknya belum menerima dosis pertama. Saya sampaikan pengalaman Indonesia di mana kita memastikan seluruh rakyat memiliki akses setera terhadap vaksin,” ujar Retno.
“Hingga hari ini kita telah memvaksinasi lebih dari 142 juta orang dan hampir memenuhi target vaksinasi 40% populasi pada akhir tahun 2021 sebagaimana ditetapkan WHO. Pada level global kita juga berkontribusi mendorong keseteraan vaksin, antara lain dengan menjadi Co-Chair COVAX AMC Engagement Group,” imbuhnya.
Isu penguatan arsitektur kesehatan global ini juga diangkat oleh Indonesia selama presidensi G20 guna memastikan semua negara dapat mengatasi pandemi di masa depan.
“Kedua yang saya sampaikan adalah penekanan saya bahwa kita harus mendorong kebijakan yang inklusif untuk memastikan pemulihan bagi semua. Dalam demokrasi, inklusivitas berarti partisipasi seluruh rakyat dalam semua aspek tata kelola pemerintah. Tidak ada yang boleh tertinggal dalam proses pemulihan dan semua aspirasi harus kita dengarkan sesuai dengan semangat demokrasi. Pemulihan harus dirasakan oleh seluruh rakyat, utamanya mereka yang paling rentan dan paling terdampak oleh pandemi, seperti perempuan, anak muda, pekerja informal, penyandang disabilitas, dan masyarakat lokal,” kata Retno.
Demokrasi akan memberi ruang dialog untuk memastikan proses pemulihan yang menyasar tantangan-tantangan spesifik yang mereka hadapi. “Saya juga menyampaikan pengalaman Indonesia dalam memberikan perlindungan sosial kepada warga yang terdampak pandemi, seperti: Bantuan sembako kepada 28,8 juta orang
Bantuan tunai kepada 9,9 juta keluarga dan bantuan Program Keluarga Harapan kepada 10 juta keluarga,” lanjut Retno.
“Ketiga yang saya sampaikan adalah bahwa kita harus mewujudkan arsitektur ekonomi global yang adil untuk mempercepat pemulihan. Dalam demokrasi, keadilan berarti setiap orang dapat memperoleh haknya dan mencapai kemakmuran. Artinya, setiap negara harus memiliki kesempatan yang sama untuk pulih,” lanjut Retno.
Laporan dari PBB dan berbagai lembaga keuangan internasional memperingatkan terjadinya kesenjangan prospek pemulihan ekonomi antar-negara.
Sekitar 90% negara maju diproyeksikan dapat mencapai level pendapatan perkapita pra-pandemi di tahun 2022. Sementara negaranegara berkembang dan LDCs akan memerlukan waktu jauh lebih lama.
Lingkungan internasional yang mendukung diperlukan agar negara negara dapat pulih dengan baik. “Sayangnya, norma dan aturan ekonomi internasional saat ini kita lihat masih kurang demokratis dan inklusif.” kata Retno.
Oleh karena itu, sudah saatnya mendemokratisasikan arsitektur ekonomi global dan tatanan-tananan global lainnya. “Saya berikan contoh, tidak boleh ada monopoli dalam partisipasi di ekosistem rantai pasok global. Ini yang saya berikan contoh dalam pidato saya,” ujar Retno.
Menlu Retno Marsudi, menekankan demokrasi adalah katalis untuk terjadinya perubahan yang positif dan kita memerulkan demokrasi untuk pulih dari pandemi.
BDF diharapkan dapat menjadi ajang untuk saling belajar tentang bagaimana nilai-nilai keseteraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu kita pulih, to recover together and recover stronger.
Dalam rangkaian penyelenggaraan BDF ke-14 tahun ini, secara terpisah telah diselenggarakan pula berbagai kegiatan “Road to BDF”, yang berlangsung pada Oktober-November lalu.
Editor: denkur | Sumber: Kemenlu