Salah seorang pakar kedokteran Islam, Ibnu Sina telah merumuskan strategi untuk mewaspadai wabah. Al-Hafiz Adz-Dzahabi mengutip pendapat Ibnu Sina dalam kitabnya, Thibbun Nabawi, sebagai berikut:
DARA – Wabah bisa surut dan mengalir. Ibnu Sina mengatakan, barang siapa ingin berhati-hati pada wabah, maka hendaknya dia membersihkan keringat dari tubuhnya. Dia sebaiknya berpuasa. Dia hendaknya tidak pergi ke tempat pemandian umum untuk mandi air panas.
Dia perlu istirahat dan diam menahan diri dari kondisi campur baur ketika tidak mungkin menghindar dari wabah kecuali dengan pergerakan, padahal pergerakan (mobilitas) itu dapat membahayakan.
Makna-makna medis yang keluar dari khabar nabawi telah mengungguli lainnya. (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: 269) Anjuran Ibnu Sina di atas jelas menyebutkan prinsip kehati-hatian terhadap kondisi wabah yang belum berakhir. Sebagai ulama sekaligus pakar kedokteran, ia menyampaikan beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh umat Islam berdasarkan kaidah-kaidah medis yang terpancar dari sabda nabi.
Beberapa upaya tersebut adalah:
• Mengeluarkan zat-zat basah berupa kotoran dari tubuh semacam keringat dan cairan tubuh lainnya serta berupaya membersihkannya. Orang yang banyak makan dan minum akan banyak mengeluarkan cairan seperti keringat dan kotoran. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak puasa. Kondisi lapar ketika puasa akan meningkatkan daya tahan tubuh. Sistem imun yang aktif dengan kondisi puasa sangat membantu dalam bertahan di tengah situasi pandemi.
• Anjuran untuk menghindari tempat-tempat pemandian umum yang menggunakan air panas untuk mandi. Mandi dengan air panas akan membakar banyak kalori atau energi yang semestinya dihemat ketika kondisi pandemi agar tubuh tetap bisa bertenaga.
• Memperbanyak istirahat, berdiam di rumah, menghindari kerumunan dan menghindari bepergian yang tidak mendesak. Beberapa hal ini telah sesuai dengan anjuran pemerintah dan badan kesehatan dunia (WHO).
Demikianlah petunjuk dari ulama dan pakar kedokteran Islam Ibnu Sina untuk menyikapi wabah yang belum berhenti. Selayaknya hal ini menjadi perhatian bagi umat Islam di Indonesia karena mereka punya andil besar dalam mendukung tercapainya derajat kesehatan yang lebih baik.
Bila umat Islam ambil bagian dengan mengamalkan ajaran ulama Islam terdahulu yang berdasarkan prinsip hadits nabi, maka nilai manfaatnya tidak hanya di dunia, tetapi juga mendapatkan pahala sebagai wujud pengamalan ajaran agama.
Varian Omicron masuk ke Indonesia, pandemi Covid-19 yang semula mereda kini jumlah kasusnya kembali naik. Aktivitas masyarakat yang mulai berangsur kembali pulih dihadapkan pada kenyatan bahwa sungguh wabah ini belum berhenti.
Sayangnya, sudah banyak masyarakat yang mulai mengabaikan protokol kesehatan. Bagaimana sikap terbaik yang perlu diterapkan dalam kondisi saat ini? Beberapa negara yang terlebih dahulu mengalami penurunan kasus pandemi dibandingkan dengan Indonesia ternyata kembali mengalami gelombang baru. Kebanyakan negara itu telah melonggarkan protokol kesehatan seperti membebaskan kewajiban bermasker bagi warganya.
Selain itu, mereka juga telah membuka akses perjalanan keluar dan masuk antarnegara. Kondisi ini perlu menjadi perhatian dan pelajaran penting bagi negara kita agar tidak terlambat dalam melakukan antisipasi dan pencegahan. Indonesia sudah mulai membuka lagi pintu bagi warga negara asing yang semula tidak diperkenankan masuk.
Masa karantina juga telah diperpendek menjadi hanya 5 hari dari yang semula 7-10 hari. Bahkan, boleh dikatakan bahwa pintu masuk Indonesia telah terbuka untuk semua negara. Para ulama Islam sejak dahulu telah mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menghadapi pandemi.
Cendekiawan Islam terdahulu telah menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, sehingga mereka juga ada yang menjadi peneliti dan pakar kesehatan. Sikap hati-hati ini diambil berdasarkan riset yang telah dilakukan sejak dahulu dan menghasilkan kesimpulan bahwa wabah bisa reda dan muncul kembali.
Seorang ahli hadits yang juga banyak meneliti tentang thibbun nabawi menegaskan bahwa pandemi bisa surut dan muncul kembali. Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitabnya menyebutkan karakter wabah atau pandemi sebagai berikut: “Wabah atau pandemi bisa menerpa (manusia) dengan karakter yang singkat dan bisa juga dalam waktu yang lama.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: 269)
Imam Jalaluddin As-Suyuthi juga menegaskan bahwa wabah yang bukan thaun juga bisa muncul kembali di Madinah. “Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Aisyah, Kami datang ke Madinah, sedangkan pada saat itu Madinah paling banyak wabahnya.
Juga disebutkan dari hadits Al-Uraniyyin bahwa mereka berkata, wilayah ini berwabah. Pada masa pemerintahan Umar, wilayah ini telah dilanda wabah dan banyak orang meninggal. Namun, wabah yang melanda bukanlah thaun.
Dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan dari Abu Al-Aswad ad-Duali bahwa dia berkata, aku pernah datang ke Madinah pada saat dilanda penyakit. Banyak orang meninggal dalam waktu yang cepat.” (Kitab Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Tha’un karya Imam Suyuthi, Penerbit Darul Qalam, Damaskus tanpa tahun: halaman 149)
Sebagaimana telah diketahui berdasarkan hadits Nabi, Kota Madinah dijaga dari thaun. Oleh karena itu, wabah yang melanda Madinah sebagaimana dikisahkan oleh Imam Suyuthi di atas bukanlah thaun. Dengan sejarah yang telah disebutkan oleh para ahli hadits tersebut, ada peluang wabah muncul kembali setelah surut sementara waktu.
Di tengah ketidakpastian pandemi, ada baiknya masyarakat memperhatikan saran ahli-ahli kesehatan. Protokol kesehatan adalah upaya yang paling mungkin dilakukan oleh masyarakat secara disiplin untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
Artikel ini sebelumnya sudah dityangkan oleh NUonline dengan judul: Strategi Ibnu Sina dalam Mewaspadai Wabah yang Kembali Meningkat.
Editor: denkur