Rakyat sangat menantikan sikap tegas Presiden Jokowi. Ini diperlukan agar rakyat tidak terombang ambing dalam wacana yang menghabiskan energi.
MESKI masih wacana “penundaan Pemilu” mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat terutama para elite republik ini.
Penundaan Pemilu bergulir sejak medio tahun 2021. Hingga kini wacana tersebut terus bergulir, apalagi setelah tiga partai politik yaitu PKB, Partai Golkar dan PAN, menggulirkan wacana penundaan Pemilu ini yang berkecenderungan setuju. Sedangkan partai penguasa, PDIP menolak. Partai lain yang mendapat kursi di Parlemen masih belum bersikap.
Wacana ini hari ke hari makin hangat. Bahkan di kalangan masyarakat arus bawah menjadi obrolan warung kopi yang nyaris tiada henti. Sikap masyarakat terkesan, nyaris tak peduli mau diundur atau dipercepat dan atau tepat waktu sesuai yang sudah dijawalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Seperti diketahui bahwa KPU sudah menyatakan sikap yakni tidak ada penundaan Pemilu Pilpres dan pileg yakni pada tanggal 14 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024. Ini berarti tahapan Pemilu setidaknya enam bulan sebeluumnya KPU sudah memasuki tahapan kerja Pemilu.
Seiring dengan menghangatnya wacana ini Presiden Joko Widodo masih belum bersikap. Bahkan cenderung diam.
Karena diamnya Presiden Jokwi ini memancing spekulasi di kalangan masyarakat. Sikap diam Predsiden Jokwi ini menjadi multi tafsir. Ada yang menafsirkan diamnya Jokowi ini sebagai pertanda bahwa kepala negara berada dalam barisan yang mendukung penundaan Pemilu 2024. Kata mereka ini sebagai upaya untuk memperpanjang kekuasaan.
Diamnya Presiden Jokowi ini juga ada penasiran lain yakni sebagai isyarat adanya kalkulasi, dan strategi. Jika hal ini benar maka ada pertanyaan besar yaitu sebesar apa komitemen rezim ini terhadap agenda reformasi. Kita ketahui bahwa Presiden jokowi mendapat amanah untuk melaksanakan agenda reformasi.
Ada juga yang berpendapat bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 oleh elite parpol merupakan tindakan testing the water. Jika wacana penundaan Pemilu 2024 tidak mendapat penolakan masyarakat sipil, wacana itu akan sangat mungkin terjadi.
Suka ataupun tidak wacana penundaan Pemilu ini memunculkan dampak ekonomi. Mengutuip pendapat Ekonom Faisal Basri, pada 2020 Indonesia telah kembali menjadi negara dengan pendapatan rendah (low income country). Indikatornya adalah GNI (Gross Nasional Income) per kapita turun.
Pada 2021, GNI per kapita belum bisa kembali (reborn). Kemungkinan reborn terjadi dalam tiga sampai empat tahun lagi.
Maka untuk memulihkan kepercayaan rakyat diamnya Jokwi sebagai upaya memperpanjang kekuasaan.
Terlepas dari pendapat yang pro dan kontra terhadap wacana penundaan Pemilu ini, dara.co.id berpandangan seyogyanya rakyat Indonesia yang berkomitmen terhadap kehendak masyarakat yang menjunjung tinggi konstitusi yang sudah disepakati bersama yakni Pemilu dilaksanakan lima tahun satu kali dan Presiden hanya dua periode.
Untuk itu rakyat sangat menantikan sikap tegas Presiden Jokowi. Ini diperlukan agar rakyat tidak terombang ambing dalam wacana yang menghabiskan energi.