Terkait naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, Presiden Mahasiswa (Presma) Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya, Yuda Nugraha sentil pemerintahan Jokowi. Begini katanya.
DARA – Seperti diketahui pemerintah menaikan harga BBM Pertamax sejak 1 April 2022 menjadi Rp12.500 per liter.
Menurut Yuda Nugraha, kenaikan BBM tersebut saat kondisi masyarakat yang belum stabil dan pulih faktor perekonomiannya karena pandemi Covid 19. Ditambah lagi minyak goreng yang langka bahkan harganya melambung.
“Dengan naiknya harga BBM tentunya akan berpengaruh terhadap kebutuhan lain dan kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi tidak pro terhadap rakyat,” ujar Yuda Nugraha, Minggu (3/4/2022).
Dengan naiknya harga Pertamax, kata Yuda, sudah pasti masyarakat beralih ke Pertalite dan yang dikhawatirkan nasib Pertalite pun akan tidak jauh beda dengan Premium yang hingga saat ini sudah langka bahkan menghilang.
“Dibeberapa daerah, Pertalite sudah mulai langka khawatirnya bisa saja hilang seperti premium yang akhirnya masyarakat mau tidak mau untuk menggunakan Pertamax,” katanya.
Jika pemerintah terus mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat, lanjut Yuda, pihaknya bersama elemen mahasiswa lainnya akan melakukan aksi unjuk rasa terhadap rezim pemerintahan saat ini.
“Jika Pemerintahan Jokowi sudah tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang merugikan rakyat seperti melambungnya harga dan langkanya minyak goreng, maka kami dengan elemen mahasiswa akan melakukan aksi turun ke jalan,” katanya.
Daripada menaikan harga BBM, Yuda menyatakan lebih baik pemerintah memangkas gaji para pejabat negara serta anggota DPR yang jelas sumbernya dari uang rakyat.
“Kami mengusulkan lebih baiknya itu pemerintah memangkas para gaji pejabat eksekutif maupun legislatif, gajinya dari uang rakyat jadi kenapa harus menaikan harga BBM yang jelas merugikan masyarakat,” tuturnya.
Yuda mengatakan, para pejabat negara digaji, tunjangan, rumah mewah oleh uang rakyat bahkan harta mereka semakin berlimpah sementara rakyatnya hidup dalam ketidak adilan serta kesejahteraan yang jauh panggang daripada api.
Sementara itu, pengamat sosial dan pemerintahan Tasikmalaya, Asep M Taman, menilai pemerintah selalu berhadapan dengan buah simalakama, berat bagi pemimpin di tingkat daerah atau pusat dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang pelik untuk mengkalkulasi kebijakan yang tidak populis bahkan cenderung menjadi beban bagi masyarakat.
“Saat kampanye banyak janji dan statmen-statmen yang membius masyarakat tetapi akhirnya kebijakan yang tidak populis menjadi beban bagi masyarakat. bagaimanapun, apapun yang bernama kenaikan itu sungguh sangat menyakitkan,” tutur Dosen Universitas Cipasung ini.
Pemerintah yang hebat, menurut Asep, tentu yang mampu mengurangi setiap penderitaan rakyat dan meningkatkan indek kebahagian masyarakatnya namun pada kenyataannya realitas kepemimpinan bagaikan buah simalakama.
“Seperti menurunkan biaya hidup masyarakat dan rakyatnya, harga minyak turun, sembako turun, BBM turun kalau ada yang seperti itu baru kepemimpinan yang hebat,” ujarnya.
Jadi kesimpulannya adalah sampai hari ini, kata dia, masyarakat masih dalam level kehidupan yang belum menguntungkan karena masih di dominasi kenaikan harga-harga kebutuhan.
“Nah disini, Pemerintah yang hebat itu harus berani untuk menurunkan harga bahan pokok serta kebutuhan masyarakat,” katanya.
Editor: denkur