Perusahaan multinasional adalah perusahaan besar yang mempunyai anak perusahaan di berbagai negara, termasuk di negara berkembang.
Selain itu, perusahaan multinasional umumnya didirikan di negara maju. Namun, ada juga di negara berkembang, yang akhirnya mendunia, sehingga perlu adanya lintas budaya dan adat. Pasalnya, dalam berbisnis diperlukan sekali tingkat budaya dan adat.
Budaya dan adat organisasi merupakan sebuah aspek dari suatu perusahaan, mengacu pada nilai dan moral dalam bisnis. Apalagi di era globalisasi dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan masyarakat.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi sikap, perilaku, dan cara berpikir karyawan, sehingga pemahaman budaya organisasi menjadi penting mengingat adanya keanekaragaman kebudayaan negara tempat perusahaan beroperasi yang dibawa oleh karyawan ke dalam perusahaan.
Itu sebabnya organisasi atau perusahaan perlu memiliki budaya perusahaan yang khas sendiri yang dapat memberi arah bagi setiap karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Pengaruh kebudayaan dalam organisasi pada era global tidak bisa dihindari lagi keberadaannya. Maka dari itu kita perlu meningkatkan kinerja organisasi dan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki dari berbagai budaya, yang berasal dari berbagai negara.
Dalam eksistensinya manajer perusahaan multinasional harus memiliki keterampilan global yang terkait dengan hukum Internasional, pasar Internasional, pergerakan saham, berbagai nilai dan budaya yang ada dalam organisasi.
Salah satu aspek yang menjadi pertimbangan organisasi multinasional adalah ketika mau membuat kebijakan terkait dengan perbedaan budaya di antara para anggota.
Agar tidak terjadi kecemburuan di antara pegawai, maka perusahaan tidak menitik beratkan atau memberi prioritas terhadap budaya dari etnis/negara tertentu, melainkan berorientasi pada tujuan dan kesepakatan yang dibuat di antara mereka.
Affirmative Action juga menjadi hal yang perlu diperlakukan dalarn organisasi kaitannya dengan persoalan nilai dan budaya.
Bagaimana proses peningkatan kinerja organisasi pada perusahaan multi nasional yang memperhatikan perbedaan kebudayaan. Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki yang diterjemahkan oleh Erly Suandy (2003) terdapat tiga tipe umum budaya organisasi yaitu konstruktif, pasif-defensif, dan agresif-defensif.
Setiap tipe berhubungan dengan seperangkat keyakinan normatif yang berbeda.
Keyakinan normatif mencerminkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain.
1. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya, berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.
2. Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.
3. Perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif.
Budaya organisasi memiliki fungsi atau peran di dalam perusahaan. Menurut Stephen P. Robbin (2003) fungsi budaya organisasi dalam menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut:
Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk diterapkan kepada karyawan.
Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga berbeda tempat berbeda juga kebiasaan yang dilakukan dan diwariskan dan itu mempengaruhi kebudayaan tiap individu diberbagai tempat, wilayah dan negara.
Ada dua tipe komunikasi pada pendekatan tipe kebudayaan, yaitu:
1. Low context Sesorang yang memiliki tipe komunikasi low context terlihat lebih explisit.
Orang tersebut akan langsung mengatakan sesuatu tanpa basa basi tidak seperti yang dilakukan masyarakat di Indonesia.
Masyarakat low context lebih melihat dari achievement yang pernah diraih seseorang bukan dari latar belakang dia berasal. Mereka lebih senang melakukan perjanjian hitam diatas putih apabila sedang menjalin kerjasama bahkan dalam membangun satu rumah tangga mereka juga membuat perjanjian hitam diatas putih untuk melindungi diri dan assetasetnya. Oleh sebab itu masyarakat low context sudah tidak asing lagi dengan adanya pengacara dikehidupan sehari-harinya. Masyarakat low context dianut oleh masyarakat di Negara Amerika dan Inggris.
2. High context Berbeda dengan tipe low context, pada tipe high context lebih menggunakan cara yang tidak langsung dalam menyampaikan sesuatu atau yang biasa kita katakan dengan basa basi.
Mereka melihat seseorang dari background orang tersebut entah dari kasta, asal keluarga dan sebagainya. Tipe masyarakat high context mudah sekali percaya pada seseorang karena mereka selalu memegang ucapan orang lain.
Tipe high context ini banyak dianut oleh masyarakat di beberapa Negara Asia seperti Indonesia, Cina, Jepang dan Arab.
Setiap organisasi memiliki budaya yang tercermin dari perilaku anggotanya dan kebijakan serta peraturan organisasinya. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Akan tetapi, budaya dapat menjadi beban bagi organisasi dan mengganggu fungsi keefektifan organisasi.
Pada era globalisasi bentuk budaya dapat dilihat dari kumpulan bagian budaya yang saling berhubungan pada bagian dan tempat yang sama, dimana pada kenyataannya berbeda dan tidak cocok antara satu dengan yang lainnya, terjadinya relasi kekuasaan yang lebih didasari pada dimensi dan imajinasi makna kultural.
Mengenai persoalan budaya organisasi salah satu upaya penyampaian budaya organisasi dapat melalui sosialisasi. Sosialisasi merupakan suatu proses untuk mengadaptasi budaya organiasi ke karyawan atau anggota organisasi.
Karyawan atau anggota yang baru pertama kali bergabung dalam suatu organisasi pastinya belum memahami mengenai budaya di organisasi barunya tersebut, dan kemungkinan akan mengganggu kinerja anggota baru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerja dan kesehariannya di dalam organisasi.
Maka dari itu, organisasi memerlukan sosialisasi untuk membantu para anggota baru ini dalam memahami budaya organisasi.
Kesimpulan:
Sebagai rangkuman dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi mampu memberi arah bagi kelangsungan hidup perusahaan dan memberi suatu identitas khas baginya, serta budaya yang kuat akan mempunyai dampak yang bermakna terhadap sikap dan perilaku para anggotanya.
Karakteristik dan nilai-nilai budaya akan menjadi perekat organisasi untuk mengikat anggota-anggota organisasi. Peran budaya dalam perusahaan ialah dapat menciptakan pola adaptasi dan membangun sistem kontrol organisasi secara menyeluruh.
Dengan mengetahui tantangan budaya organisasi akan dapat meningkatkan mutu perusahaan pada perusahaan MNE.
Editor: denkur