“Dulu, tidak begitu banyak cafe di Braga, paling adanya toko buku. Apalagi kalau ke arah Braga Selatan, itu justru banyak toko yang tutup.
DARA- Jalan Braga yang dulunya amat sepi di tahun 80 hingga 90-an kini menjadi pusat wisata baik lokal maupun mancanegara. Ternyata, salah satu pemeran penting dalam perkembangan ini adalah para pelaku seni di Kota Bandung.
Demikian diakatakan Ketua Dewan Kesenian Kota Bandung, Rahmat Jabaril seusai acara Diskusi Pameran Pulau Emas pada Minggu (14/8/2022).
Menurut Rahmat, kondisi Braga mulai berubah sejak Abah Ropih, tokoh seniman Kota Bandung menginisiasi trotoar sebagai display karya lukisan para seniman di tahun 2000.
“Akhirnya dari sana Braga jadi punya daya tarik tersendiri. Malah banyak orang yang ikut berkarya dan berjualan di sana, sehingga terbangun suasana lain tentang Jalan Braga,” ujar Rahmat, seperti dikutip dara.co.id dari bandung.go.id.
Hadirnya para seniman lukisan di Braga berdampak pada munculnya bentuk ekonomi kreatif lain di sana, seperti fotografi dan kuliner.
Selain itu, ia mengatakan, Abah Ropih ingin menjadikan Braga sebagai tempat pembelajaran seni.
“Keinginan Abah Ropih, Jalan Braga bisa menjadi perguruan seni secara tidak langsung, seperti ‘universitas terbuka’. Semua orang bisa belajar di sana dengan para senior. Siapa pun boleh belajar dan berjualan,” ungkapnya.
Bagi Rahmat, Abah Ropih merupakan salah satu tokoh seniman yang multitalent. Abah tak hanya fokus pada seni rupa, tapi juga mengeksplorasi seni lainnya, seperti musik, tradisional, sehingga bisa merangkul semua seniman di Kota Bandung. Selain sebagai pelukis, Abah Ropih juga penggagas ruang kreatif di Jalan Braga.
“Dulu, tidak begitu banyak cafe di Braga, paling adanya toko buku. Apalagi kalau ke arah Braga Selatan, itu justru banyak toko yang tutup. Sekarang mulai banyak cafe di daerah sana sejak mulai ramainya lukisan yang berjualan di sekitarnya,” ucap Rahmat.
Ia mengaku, orang luar Bandung mengenal Braga sebagai kawasan seni, terutama seni lukis. Sehingga, jika ada yang ingin membeli karya lukis, mereka langsung tahu tempat yang paling tepat adalah Braga.
“Braga ini dijadikan sebagai jalan seni, menjadi aset wisata Kota Bandung. Tinggal bagaimana Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bisa memperluas kolaborasi dengan dan memfasilitasi para seniman untuk bisa menghidupkan usaha di kawasan Braga,” jelasnya.
Ia menambahkan, pendapatan daerah Kota Bandung sebagian besar merupakan dari hasil kreativitas masyarakat yang bernilai seni.
Sehingga Kota Bandung dikenal masyarakat luas sebagai pusatnya para seniman. Bahkan, banyak seniman Kota Bandung yang menginspirasi terciptanya festival besar di kota-kota lain.
“Kita juga berharap, setiap tahun Pemkot bisa mengadakan festival seni. Misalnya setiap Desember ada festival seni di Braga, mulai dari seni tradisional sampai ke seni kontemporer,” tuturnya.
“Bisa menciptakan branding kalau braga itu semacam barometer kesenian di Kota Bandung,” imbuh Rahmat.
Oleh karena itu, Rahmat berharap, agar di setiap RW bisa tersedia program kesanggaran sebagai penyalur bakat para pemuda di tataran paling kecil.
“Kalau mereka bisa terlatih dan terdidik di RW, Pemkot Bandung bisa melibatkan para seniman yang sudah terlatih di setiap daerah ini,” imbuhnya.
Editor: Maji