Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang berlandaskan Pancasila perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan dinamika masyarakat masa kini.
DARA – Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Gunawan menyatakan revisi RUU KUHP telah dimulai sejak 1970-an diharapkan bisa tuntas dalam waktu dekat.
“Terdapat sejumlah isu krusial dalam pembahasan RUU KUHP yang perlu disosialisasikan lebih luas antara lain, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, larangan penghasutan kepada penguasa, pidana mati, serta penodaan agama. Isu krusial lainnya seperti kejahatan kesusilaan, pencabulan, perzinahan serta living of law,” katanya dalam Webinar Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), yang berlangsung dari Manado, Sulawesi Utara, Selasa (20/9/2022).
Direktur Bambang Gunawan menuturkan, RUU KUHP pernah dijalankan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004 dan 2012. Kemudian pada Presiden Joko Widodo melakukan penundaan RUU KUHP agar regulasi tersebut mendapat masukan dari masyarakat.
“RUU KUHP dimulai lagi pada April 2020 sampai sekarang,” tandasnya, seperti dikutip dari laman resmi Kominfo, Kamis (22/9/2022).
Kementerian Kominfo telah melakukan kick off Sosialisasi RUU KUHP pada 23 Agustus 2022 untuk memberikan pemahaman dan ruang dialog kepada masyarakat. Oleh karena itu, Direktur Bambang Gunawan mengharapkan agar masyarakat dapat memberikan masukan yang konstruktif dalam RUU KUHP.
Webinar Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP), yang digelar oleh Kominfo menghadirkan tiga narasumber yakni Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang Benny Riyanto, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo, serta Ketua Umum Masyarakar Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI) Yenti Garnasih.
Editor: denkur