Masih ingat informasi dua anak berusia 10 dan 11 tahun, warga Kabupaten Bandung Barat yang disinyalir digagahi ayah kandungnya?
DARA | Kasus tersebut saat ini sudah diproses di Polresta Cimahi.
DS, pelaku pencabulan terhadap anak kandung sudah diamankan Polres Cimahi.
Sedangkan korban yang merupakan kakak-adik kini masih tinggal dengan ibu kandungnya di salah satu desa wilayah KBB.
Dibalik cerita biadabnya seorang ayah kandung ini terselip cerita yang lebih miris lagi.
Ibu kandung korban dugaan pencabulan ayah kandung tersebut ternyata belum memiliki rumah.
Selama ini, ia bersama suami dan enam anaknya tinggal di rumah milik mertuanya. Setelah suaminya ditahan pihak kepolisian, ia masih menempati rumah mertuanya itu.
Hal itu diungkapkan Pelaksana Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KBB, Deden Irwan Kusumah pada dara.co.id di Ngamprah, Kamis (11/12/2022).
Menurutnya, mereka tinggal di sebuah rumah sempit yang berukuran 4 x 4 meter. Rumah tersebut sebelumnya dihuni delapan orang, yakni DS (suami korban yang jadi pelaku pencabulan anak kandungnya), ibu dari enam anak yang masih kecil-kecil.
“Mirisnya, mereka itu tinggal di rumah mertua si ibu korban, tidak punya TV. Bahkan, anak-anaknya tidak mengenal TV,” ujar Deden.
Sebenarnya, ibu korban memiliki tujuh anak dari pelaku pencabulan itu. Hanya satu anak diantaranya diangkat anak oleh kerabat dekatnya, sehingga di Kartu Keluarga (KK) hanya tercatat pasangan suami istri itu dengan enam anak.
Ibu korban juga sebelumnya memiliki dua anak dari pernikahan dengan suami pertamanya.
Keseharian ibu korban adalah asisten rumah tangga (ART) di sebuah keluarga. Suaminya seorang pengamen jalanan.
Jika siang hari ibu korban bekerja di rumah majikannya, pulang sore hari.
Mencuatnya kasus dugaan pencabulan terhadap anak kandung yang dilakukan DS, bermula dari cerita ibu korban terhadap majikannya.
Suatu sore itu, ibu korban pulang dari rumah majikannya disaat hujan besar. Si ibu kaget rumahnya dikunci dari dalam. Ketika digedor pintu si korban bersama suaminya ada di dalam.
“Ketika masuk rumah si korban kelabakan. Sedangkan suaminya berada di dapur. Si ibu tidak menaruh curiga apapun jadi dia biasa-biasa saja,” kata Deden mengutip cerita ibu korban.
Selang sehari, dia melihat celana dalam anaknya yang berusia 10 tahun ini berdarah. Si ibu bertanya langsung pada korban namun yang menjawab kakaknya yang jadi korban juga, bahwa perbuatan terkutuk itu dilakukan bapaknya sendiri.
Sedih tapi tidak berdaya, ibu korban mencurahkan hatinya pada sang majikan. Iba mendengar kisah ibu dan korban sang majikan mengadukan hal itu pada Ketua RT/ RW setempat. Selanjutnya, RW setempat mengadukan hal itu pada Babinsa kemudian korban digelandang ke pihak kepolisian.
Mirisnya lagi sambung Deden, setelah DS diamankan pihak kepolisian, ibu korban bingung tinggal dimana.
“Kalau rumahnya dijual mertua, mereka mau kemana. Ibu korban, yang berasal dari Garut ini hidup sebatang kara. Sedangkan ke-enam anaknya, masih kecil-kecil,” jelas Deden.
Sementara, kondisi korban saat ini kata Deden mulai banyak melamun. Mungkin karena di lingkungan sekitarnya sudah pada tahu kasus itu, mau tak mau korban banyak yang nanya-nanya.
Masih beruntung para guru dan teman-teman di sekolahnya, memberikan semangat pada kedua korban. Jadi sedikitnya korban tidak terlalu tekan jika berada di sekolah.
“Cuma lama-lama, saya khawatir psikisnya terganggu juga. Makanya mereka kemungkinan akan kita pindahkan sementara ke rumah aman,” jelas Deden.
Tindakan yang dilakukan dinas saat ini, memberikan pendampingan terhadap korban dan ibunya dengan mendatangkan psykolog.
“Dinas selama ini bekerja sama untuk pendampingan korban KDRT, pelecehan terhadap anak dan perempuan dengan WALI (Wania Lindungi Indonesia),” katanya.
Editor: denkur