Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja diterbitkan pemerintah adalah sah secara hukum, sebagai antisipasi ancaman situasi ekonomi global.
DARA | Demikian dikatakan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Situasi ekonomi yang global itu perlu direspon atau diantisipasi pemerintah dengan sebuah kebijakan strategis lewat perundang-undangan,” kata Menko Polhukam saat menjelaskan penerbitan Perppu Cipta Kerja kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/1/2023).
“Iya sah kalau urusan sah. Saya yang tanggung jawab bahwa itu (Perppu Cipta Kerja) sah,” imbuhnya, seperti dikutip dari Infopublik, Senin (9/1/2023).
Menko Polhukam menegaskan pada 2023 dunia internasional sudah dipastikan akan menghadapi badai ekonomi di mana akan terjadi resesi, inflasi, stagflasi, krisis energi dan sebagainya. Bahkan, empat lembaga keuangan internasional yakni Bank Dunia, IMF, IDB dan OECD menilai Indonesia akan mengalami masalah di dalam pertumbuhan, terkait perkembangan ekonomi global.
Empat lembaga internasional itu memperkirakan pertumbuhan Indonesia 2023 hanya akan berkisar antara 4,7 hingga 5 persen. Sementara proyeksi atau target pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi adalah minimal 5,3 persen.
Kemudian, dari sisi geopolitik, kata Mahfud, perang Rusia-Ukraina juga akan menyebabkan terjadinya krisis energi, lonjakan harga-harga, serta inflasi, sehingga pemerintah harus melakukan antisipasi berdasarkan hitungan-hitungan lembaga ekonomi dunia tersebut.
“Antisipasi nya harus membuat kebijakan strategis dari sekarang untuk menyelamatkan rakyat, untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia,” tuturnya.
Menteri Mahfud menjelaskan kebijakan strategis itu tidak bisa dikeluarkan sebelum UU Cipta Kerja diundangkan, di mana putusan Mahkamah Konstitusi menyebut UU Cipta Kerja harus diperbaiki pemerintah dan DPR RI dalam waktu dua tahun dengan cara memasukkan lebih dulu sistem omnibuslaw dalam tata hukum Indonesia.
“Nah sistem itu sudah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022. Sudah diuji ke MK oleh masyarakat, (sudah) sah, sekarang tinggal UU Cipta Kerjanya. Maka cara lain harus ditempuh yaitu UU Cipta Kerja itu harus disahkan dulu dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan undang-undang. Maka dikeluarkan lah Perppu,” tuturnya.
Masih dikutip dari Infopublik, Mahfud MD menekankan alasan mendesak dikeluarkannya Perppu adalah situasi global, di mana berbagai lembaga internasional meramalkan Indonesia akan mengalami persoalan ekonomi, dan dunia pada umumnya akan mengalami krisis ekonomi, resesi, krisis energi hingga geopolitik yang akan mengguncang.
Sementara itu terkait adanya penolakan dari buruh atas Perppu Cipta Kerja, Mahfud menilai hal itu biasa terjadi, dan merupakan suatu kemajuan dalam tata hukum Indonesia.
“Kalau pertentangan buruh ada yang menentang ada yang tidak, ahli hukum tata negara ada yang setuju ada yang tidak, itu silakan saja, kita berdemokrasi. Yang penting kita adu argumen bukan masuk ke soal-soal pribadi yang tidak ada hubungannya. Adu argumen saja, mari,” jelasnya.
“Makanya saya katakan seandainya saya dosen, yang bukan anggota kabinet, mungkin saya ikut mengkritik, karena saya tidak tahu. Tapi sesudah saya sudah tahu peta dunia yang dipresentasikan di berbagai sidang kabinet, untuk memilih apakah ini Perppu atau undang-undang, perdebatannya dalam, oh iya ini sah. Nah isinya disetujui nanti di DPR,” imbuhnya.
Editor: denkur