Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memberikan perhatian serius atas maraknya kasus aborsi yang terjadi akhir-akhir ini.
DARA | Salah satunya seperti yang terjadi Kabupaten Banyusasin, Sumatera Selatan. Seorang perempuan meninggal akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal.
Usia kandungannya delapan bulan. Ia diaborsi di sebuah kamar hotel.
Kepolisian telah mengamankan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus ini.
Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, turut prihatin atas peristiwa itu.
Dikatakannya, praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungannya.
Ratna juga mengatakan, larangan perbuatan aborsi sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Aturan ini menggambarkan sejatinya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup, termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia.
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan, tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedarutan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
“Kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan,” ujar Ratna, seperti dikutip dari Infopublik, Minggu (5/2/2023).
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan disebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 1 milyar.
Kemen PPPA sesuai dengan tugas dan fungsinya akan terus mengawal kasus tersebut dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Kemen PPPA memandang penting untuk dapat dilakukan pemberian informasi dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, serta bahaya dan akibat melakukan aborsi, untuk mencegah terjadinya kasus-kasus aborsi ilegal.
“Kami dan instansi terkait lainnya akan terus memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan edukasi, informasi, dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, khususnya ancaman yang mungkin didapatkan akibat tindakan aborsi ilegal,” tutur Ratna.
Dalam kesempatan tersebut, Ratna juga mengajak semua perempuan yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani mengungkap kasus kekerasan yang dialami.
Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
Editor: denkur | Sumber: Infopublik