Baru saja menginjak tahun 2023, kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bandung Barat cukup tinggi.
DARA | Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Barat (KBB) mencatat kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di wilayahnya, sepanjang tahun 2023 ada 14 kasus.
“Sampai sekarang saja, sudah 14 kasus berdasarkan pengaduan ke kita. Tiga diantaranya, masih hangat dan masih kita telusuri,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) DP2KBP3A KBB, Rini Haryani saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (10/2/2023).
Empat kasus terbaru cukup memilukan, karena korbannya anak-anak di bawah umur.
Kasus pertama terjadi menimpa seorang anak kelas 6 SD di wilayah Kecamatan Lembang. Anak yang masih belia ini sekarang hamil 2 bulan, namu pelakunya belum diketahui.
Sebenarnya, peristiwa miris yang menimpa anak di bawah umur ini, kejadiannya berada di wilayah Kota Bandung. Namun korban merupakan penduduk KBB.
“Untuk kasusnya, saat ini sedang ditangani Polresta Bandung,” ujar Rini.
Kasus kedua, menimpa salah seorang pelajar putri kelas 8 di wilayah Kecamatan Cikalongwetan.
Pelajar yang masih duduk di bangku setingkat SMP kelas 8 ini, diruda paksa secara bergilir.
“Para pelakunya sendiri, belum diketahui. Saat ini, pihak aparat kepolisian sedang mencari para pelakunya. Begitu juga dengan Pak Camat yang gercep (gerak cepat),” tutur Rini.
Sedangkan kasus ketiga, terbilang terhangat adalah kasus menimpa belasan santriwati di wilayah Cikalongwetan juga. Para korban, mendapat tindakan pencabulan dari salah seorang ustadz di sebuah pesantren daerah tersebut.
“Sampai tadi siang, korbannya ada 17 orang. Itu berdasarkan pelaporan orang tua korban,” kata Rini.
Kasus terbaru, informasi yang diterima PPA DP2KBP3A KBB ada 2 anak korban sodomi. Rini belum menjelaskan korban dan pelakunya dari wilayah mana, serta kronologisnya seperti apa.
“Saya baru terima, laporannya barusan sekitar pukul 18 WIB, ada kasus sodomi. Korbannya baru kebuka 2 orang. Baru itu saja laporannya,” ujarnya.
Sedangkan, ke sepuluh kasus lainnya nyaris sama yakni pencabulan dan ruda paksa. Hanya satu kasus dari ke-10 kasus, korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tingginya angka pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, kata Rini, fenomena gunung es.
Di satu sisi, gencarnya program Perlindungan Perempuan dan Anak (Geprak), menunjukan adanya keberanian masyarakat untuk membuka kasus pelecehan terhadap anak dan tindakan KDRT.
Namun di sisi lain, cenderung dinilai bahwa tingginya pelaporan kasus, justru membuat citra buruk suatu daerah.
Padahal, Geprak dan Pemkab Bandung Barat gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat harus berani melapor kasus pelecehan terhadap ibu dan anak.
Cukup tingginya tindakan pelecehan terhadap perempuan dan anak, bukan hanya terjadi di KBB saja.
Menurut Rini, pada saat pihaknya audensi dengan LPSK dan Pemerintah Provinsi Jabar, kasus incest belakangan ini cukup tinggi.
Fenomena, bermunculannya kasus perkawinan sedarah atau incest inipun, kata Rini, belum diketahui secara pasti.
Sementara, tindak lanjut dari sebuah kasus tersebut, pihaknya hanya bisa melakukan pendampingan pada korban.
“Selanjutnya diserahkan pelakunya kepada pihak berwajib. Sedangkan korban? Nah inilah peer (pekerjaan rumah) kita yang harus memikirkan bagaimana, kehidupan anak-anaknya, termasuk korban ke depannya. Karena secara ekonomi keluarga ini membutuhkan bantuan,” tutur Rini.
Cukup pelik memang, jika menangani kasus seperti itu. Perlu adanya kerja sama semua pihak, agar penanganannya tidak sebatas pendampingan saja.
“Inilah yang harus kita pecahkan bersama, agar para korban bisa hidup secara layak,” katanya.
Editor: denur