DARA | CIANJUR – Penyebaran hoaks atau berita bohong di Jawa Barat meningkatan, terutama dalam konten politik sejak Desember 2018. Media sosial hingga portal media bodong, disebut menjadi beberapa sumber penyebaran hoaks hingga saat ini.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi Persandian dan Statistik Kabupaten Cianjur, Tedi Artiawan, mengatakan, saat ini pemerintah setempat melakukan sejumlah upaya agar masyarakat tidak terjebak hoaks terkait isu daerah. Daerah ini memiliki beberapa media sosial yang memberitakan daerah.
Seluruh informasi soal Cianjur dimuat di masing-masing akun itu. “Namun, tak sekadar membuat akun, admin media sosial tersebut juga diupayakan untuk pintar menyaring berita sebelum membagikannya. Tidak hanya akun milik OPD, tapi juga akun informasi Cianjur lainnya,” ujar Tedi, kepada wartawan, Rabu (27/3/2019).
Tedi menjelaskan, untuk kebutuhan tersebut Pemkab Cianjur juga sudah bekerjasama dengan Universitas Suryakancana terkait teknologi dan hoaks. “Minimal soal masalah teknologi, bisa mendapat bantuan penanganan,” ucapnya.
Ia mengingatkan, kepada pengguna ponsel pintar dan internet saat ini agar lebih cerdas mengakses beragam informasi.
Kepala Divisi Diseminasi dan Klrarifikasi Jabar Saber Hoaks, Alfianto Yustinova, mengatakan, sejak Desember tahun lalu penyebaran hoaks terus mengalami peningkatan. Dari keseluruhan hoaks yang diklarifikasi, 16 persen di antaranya merupakan hoaks politik.
Ia menilai, isu politik akan tetap menjadi bahasan yang diangkat meskipun Pemilu sudah selesai. Diperkirakan, penyebaran hoaks bisa saja menyerang KPU terkait hal tersebut.
“Saat ini prosentasenya terus naik, Januari ini hoaks politik menjadi 25 persen. Lalu pada Februari, jadi 36 persen karena memang sedang momen politik juga,” ujar Alfianto, di Cianjur.
Berdasarkan data terakhir, akhir Maret, terdapat 136 kasus aduan. Sebanyak 88 kasus terklarifikasi, 25 kasus tidak terklarifikasi, dan 23 kasus belum terklarifikasi.
Alfianto menilai, masyarakat saat ini dinilai sudah cukup kritis menghadapi berita bohong. Terbukti dengan aktifnya mereka membuat pengaduan hingga meminta klarifikasi berita.
“Menurut data, rata-rata masyarakat yang membuat pengaduan berada pada usia 25-35 tahun, sebagai mayoritas pengguna internet dan media sosial,” katanya.***
Wartawan: Purwanda
Editor: Ayi Kusmawan