Film bisa berbicara untuk kedua hal itu, termasuk televisi bisa dioptimalisasi.
DARA | Marcella Zalianty, artis sekaligus sineas muda berbakat mengatakan keberhasilan Indonesia dalam konstelasi pembangunan nasional sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam mengatasi stunting yang ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024, jauh berada di bawah rekomendasi PBB maksimal 20 persen.
Marcella menyampaikan hal tersebut dalam acara talkshow ‘Temu Sineas Muda & Anugerah Jurnalistik TV Peduli Stunting”, yang sekaligus dirangkai dengan Penandatanganan MoU BKKBN dengan RRI dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), berlangsung di CGV Central Park Mall, Jakarta, Kamis (14/12/2023) malam.
Marcella menilai upaya percepatan dan pencegahan stunting di negara ini tidak bisa dijalankan secara sendiri oleh satu atau dua institusi. Pasalnya, stunting merupakan persoalan kompleks sehingga membutuhkan penanganan yang harus holistik.
“Kita ga bisa sendiri. Karena itu, diharapkan keterlibatan BUMN dalam ikut mendukung suplai makanan sehat hingga benar-benar sampai kepada keluarga sasaran atau keluarga tidak mampu,” tandas Marcella dalam acara bertema Percepatan Penurunan Stunting Menuju Generasi Emas 2045.
Marcella juga berharap keluarga-keluarga di Indonesia harus memiliki anak-anak yang sehat. Untuk itu, setiap ibu diharapkan mampu menatalaksana diri sehingga melahirkan anak-anak yang sehat.
“Bila ibu stres, atau bapak ga bisa kasih makan yang bergizi kepada istri dan anak-anaknya, maka ini akan mempengaruhi pertumbuhan janin. Sehingga si ibu berpotensi melabirkan generasi stunting,” ujar Marcella.
Untuk itu, Marcella meminta BKKBN dan mitra kerjaannya agar tidak henti melakukan kampanye dan sosialisasi tentang stunting, bahaya dan ancamannya bagi keberlangsungan hidup keluarga dan bangsa. “Kampanyenya bisa tentang pengetahuan terkait stunting tapi harus fokus pada pencegahan munculnya stunting baru,” jelas Marcella.
Pada bagian lain penjelasannya, Marcella mengatakan dalam semua lini persoalan, masalah literasi sangat penting. Termasuk literasi dan pemanfaatan teknologi digital, seperti media sosial dengan pengguna terbesar.
“Literasi melalui medium digital merupakan kunci utama dan bisa kita manfaatkan untuk mengedukasi masyarakat,” urai Marcella.
Lanjut Marcella, untuk menyampaikan pesan, advokasi, sosialisasi, literasi bisa dilakukan melalui medium digital. Namun begitu ada sarana lain berupa film yang ketika pesan disampaikan bisa lintas benua.
Intinya, Marcella mendorong semua pihak, melalui sarana media yang ada, untuk mendukung kehidupan masyarakat pedesaan dalam hal tingkat pendidikan dan sosial. Sehingga mereka menjadi sejahtera.
“Film bisa berbicara untuk kedua hal itu. Termasuk televisi bisa dioptimalisasi,” tutur Marcella yang juga menyebutkan data bahwa sepanjang tahun 2023 insan perfilman telah memproduksi 15 judul film, dengan penonton mencapai 17 juta orang.
Ini berarti, lanjut Marcella, pertumbuhan film Indonesia luar biasa, dengan market share 64 persen. Film pendek tentang stunting tentu akan memiliki nilai jual. “Dan ini bentuk advokasi yang bisa diadaptasi dan bisa berdampak,” ujar Marcella.
Optimalisasi pemanfaatan televisi sebagai media advokasi dan KIE, menurut Marcella, juga perlu dipertimbangkan BKKBN, sebab jumlah penonton televisi di Indonesia mencapai 54,7 juta.
“Kita harus bisa optimalisasi kanal-kanal ini,” katanya.
Diakui Marcella, televisi dan radio menjadi media yang mampu menerobos hingga ke wilayah pedesaan yang masih sulit terjangkau internet.
Nielsen Indonesia melaporkan jumlah penonton televisi di perkotaan seluruh Indonesia mencapai 130 juta orang saat ini. Proyeksi tersebut naik dari jumlah penonton sebelumnya yang mencapai 58,9 juta.
Pembicara lainnya, Deputi Advokasi, Penggerakkan, Informasi BKKBN, Drs Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd dalam penjelasannya menilai televisi memiliki peran penting dalam membangun kesadaran dan mengubah pola pikir masyarakat sehingga bisa lebih paham terhadap berbagai persoalan terkait stunting.
Sementara itu, Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Wakil Presiden, Dr Ir Suprayoga Hadi, MSP yang juga menjadi pembicara mengingatkan bahwa perubahan perilaku adalah hal yang harus terjadi pada masyarakat agar masalah stunting segera teratasi.
Untuk itu, ia mengingatkan, salah satu media yang efektif dalam pencegahan stunting adalah media sosial yang jumlahnya begitu banyak. Ia sekaligus menepis saran Marcella agar memanfaatkan bioskop untuk melakukan sosialisasi pencegahan stunting.
“Sebelum film diputar, ‘iklan’ stunting bisa saja tayang dulu. Tapi bioskop sangat jarang dikunjungi masyarakat pedesaan. Jadi, kurang efektif. Fokus saja pada perubahan perilaku melalui media yang efektif,” ujarnya.
Hadir dalam acara itu Direktur Utama LPP RRI, Hendrasmo, dan jajaran RRI; Ketua Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan; Direktur Lansia BKKBN, Direktur Ditvoga, dan jajaran BKKBN.
Setelah melalui tahapan seleksi yang ketat, dilaporkan bahwa dewan juri lomba jurnalistik televisi yang digelar BKKBN dengan tema “Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting” ini menetapkan Lukman Rozak dari CNN sebagai peraih Juara I Lomba Karya Jurnalisme TV tahun 2023. Tayangan yang diangkat berjudul “Sentuhan Kasih Ibu Pencegah Stunting”.
Adapun dua pemenang berikutnya adalah Azzy Fardiansyah dari Kompas TV sebagai Juara 2, dengan judul tayangan “Manfaatkan Pangan Lokal Untuk Cegah Stunting”. Sementara Juara 3 diraih Stefany Patricia dari MNC TV, dengan Judul “Sorgum, Tanaman Berserat Tinggi Jadi Alternatif Gizi Cegah Stunting”.
Lomba jurnalistik televisi ini juga menetapkan tiga peraih Juara Harapan, masing-masing adalah Rayda Pulphy dari Metro TV, dengan judul “Turunkan Stunting Untuk Generasi Emas 2045”; Muzzakir dari iNews Mataram, dengan judul “Potret Kader Pendamping Stunting Bertaruh Nyawa”.
Juara Harapan berikutnya, Muktarom dari TVRI Jateng, dengan judul “Perjuangan Relawan One Day One Egg Lawan Stunting”.
Menurut Ketua Dewan Juri, Herik Kurniawan, yang juga adalah Ketua Umum IJTI, ada 105 tayangan dari sejumlah televisi yang diseleksi, di antaranya dari sisi tehnis, data, angle hingga kelayakan atau kode etik penyiaran.
Lomba yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini bekerja sama dengan IJTI bertujuan untuk mencari karya publikasi jurnalisme TV yang kompeten, bagus dan memenuhi standar tayang di televisi.***(Muhammad Fadhli)
Editor: denkur