Foto: antara
Sejumlah usulan standar Indonesia telah menjadi standar internasional ISO. Langkah BSN meningkatkan pengakuan internasional terhadap standar nasional Indonesia.
DARA | Indonesia makin memantapkan performanya di kancah pergaulan Internasional. Badan Standardisasi Nasional (BSN) melaporkan standar sistem peringatan dini usulan Indonesia telah resmi diadaptasi dalam sistem standar internasional di forum Organization for Standardization atau ISO.
“Standar sistem peringatan dini semula digunakan di level nasional. Atas pertimbangan perluasan kemanfaatan yang lebih luas di level internasional, maka Indonesia berinisiatif mengangkat Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi standar internasional ISO,” ujar Hendro Kusumo, Deputi Bidang Pengembangan Standar, BSN, di Jakarta, pada Jumat (8/11/2024) seperti dilaporkan bsn.go.id.
Standar yang dimaksud adalah ISO 22328-2:2024 terkait dengan fenomena longsor berjudul Security and resilience — Emergency management — Part 2: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for landslides.
Terlebih lagi, menurut Hendro, seperti dilansir Indonesia.go.id substansi standar telah didukung hasil penelitian para ahli bencana Indonesia dan secara penerapan telah menjadi praktik yang baik di kalangan komunitas berisiko bencana.
Kabar prestise tersebut itu telah disampaikan dalam plenary meeting ISO/TC 292 Security and Resilience, yang dilaksanakan pada 30 September 2024 sampai dengan 4 Oktober 2024 di Liverpool, Inggris. Dalam pertemuan tahunan ini turut hadir delegasi Indonesia yaitu Agus Wibowo dari BNPB, Profesor Faisal Fathani dan Profesor Wahyu Wilopo dari UGM dan Meira Rini dari BSN.
Ketua ISO/TC 292/SC 1, Emergency Management, Profesor Rhainer Koch dari Jerman, menyampaikan standar yang diusulkan Indonesia diterima dengan sangat baik oleh komunitas internasional. “Proses usulan standar dari Indonesia dan pembahasannya di forum ISO/TC 292 berjalan dengan baik, dan telah terjadi proses pembelajaran yang matang dari standar sebelumnya, karena adanya sharing praktik yang baik dari Indonesia,” kata Rhainer pada rapat Pleno ISO/TC 292 tersebut seperti dikutip bsn.go.id.
Standar ISO 22328-2 ini melengkapi seri standar internasional ISO sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) yang telah diusulkan oleh Indonesia sebelumnya, yakni ISO 22327:2018, Security and resilience—Emergency management—Guidelines for implementation of a community-based landslide early warning system.
Langkah mendapat pengakuan internasional
Tak hanya itu, masih ada dua standar yang antre untuk diadaptasi menuju ISO yakni: ISO/NP 22328-4 Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for floods, dengan konseptor Profesor Faisal Fathani dari UGM; dan ISO/NP 22328-5: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for volcanic eruptions, dengan konseptor Profesor Wahyu Wilopo dari UGM.
Kedua usulan standar internasional tersebut telah dipaparkan dalam sidang plenary ISO/TC 292/SC 1, Emergency Management, dan hasilnya disetujui serta disepakati untuk dilanjutkan ke tahap balloting NP (New Proposal). Kedua rancangan standar ISO tersebut disambut antusias dan mendapat dukungan dari negara anggota, seperti India, Jepang, dan Amerika Serikat.
ISO tentu saja tidak sembarang menerima usulan dan menentukan suatu standar. Ada sejumlah tahap uji dan kajian yang harus dilampaui. Tahap-tahap umum yang biasanya dilaksanakan dalam mengusulkan standar nasional ke ISO antara lain:
Identifikasi Standar Potensial:
Langkah awal adalah mengidentifikasi standar yang memiliki potensi untuk diusulkan menjadi standar internasional. Umumnya berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian di tingkat global, serta relevansinya bagi negara-negara lain.
Penelitian dan Kolaborasi:
Sebelum diusulkan, BSN bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti asosiasi industri, lembaga penelitian, dan kementerian terkait, untuk melakukan kajian dan memperkuat standar tersebut. Kolaborasi ini memastikan bahwa standar yang diusulkan sudah melalui uji validitas dan relevansi secara teknis dan ilmiah.
Mempromosikan di Komite Teknis ISO:
Selanjutnya adalah mengajukan standar tersebut di komite teknis (technical committee) ISO yang relevan. Indonesia, melalui BSN, berperan aktif sebagai anggota atau pengamat dalam berbagai komite teknis ISO untuk mendukung dan mempromosikan adopsi standar yang diusulkan.
Pengajuan dan Pembahasan:
Jika disetujui di tingkat komite teknis, standar nasional tersebut akan melalui tahapan pembahasan dan evaluasi bersama anggota ISO lainnya. Pada tahap ini, diperlukan argumentasi dan pembuktian mengenai manfaat standar bagi masyarakat internasional.
Proses Voting: Setelah pembahasan di komite teknis selesai, standar akan diajukan dalam proses voting oleh anggota ISO. Jika mendapat persetujuan dari mayoritas negara anggota, standar tersebut dapat diadopsi sebagai standar ISO.
Implementasi dan Penyebaran:
Jika berhasil diadopsi, BSN akan mendukung implementasi dan penyebaran standar tersebut di tingkat nasional maupun internasional, serta memberikan sosialisasi mengenai manfaat standar tersebut bagi industri dan masyarakat.
Melalui langkah-langkah ini, BSN berupaya meningkatkan pengakuan internasional terhadap standar nasional Indonesia, yang pada gilirannya bisa membantu peningkatan daya saing produk dan industri nasional di pasar global.
Dengan mengusulkan draf standar internasional, maka secara langsung Indonesia juga ditunjuk sebagai project leader. “Mulai 2015, ISO telah menunjuk Profesor Faisal Fathani selaku project leader dan convenor dari ISO/TC 292/SC 1/WG 1 sampai akhir tahun 2025,” tutur Hendro. Faisal Fathani adalah salah satu pakar kebencanaan Indonesia yang juga penemu sistem peringatan bencana sedimen dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kinerja BSI
Kepala BPN Kukuh S Achmad berharap, pencapaian internasional ini dapat membantu mempercepat pencapaian SDGs, mulai dari peningkatan keamanan digital, serta mewujudkan tata kelola global yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi digital. Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisinya dalam revolusi digital global melalui penerapan standar ini.
Pencapaian pengembangan standar di forum ISO tersebut, menurut Kukuh, tentunya tak lepas dari sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan BNPB, pakar dari Universitas Gadjah Mada – UGM, dan Komite Teknis 13-08, Penanggulangan Bencana, yang memiliki ruang lingkup mirroring dengan ISO/TC 292, Security and Resilience.
BSN bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan nasional, seperti industri, akademisi, dan pakar teknis, guna menyusun SNI yang sesuai dengan kriteria ISO. Standar yang diajukan biasanya melalui proses harmonisasi agar memenuhi persyaratan ISO, seperti keamanan dan efisiensi. “Dengan begitu, SNI yang diterima oleh ISO dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global,” katanya.
BSN sendiri telah menetapkan 23 SNI tentang kebencanaan, termasuk di dalamnya SNI tentang sistem peringatan dini dalam penanggulangan bencana. Keaktifan BSN bersama dengan stakeholder utama dalam merumuskan SNI itu, dilandasi oleh kondisi Indonesia yang termasuk dalam wilayah rawan bencana.
Data World Risk Report 2023, seperti dilansir media massa, menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 193 negara di dunia dengan indeks risiko bencana sebesar 43,50, di bawah Filipina yang menempati posisi pertama. Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Januari 2024 hingga Juli 2024, terjadi 788 bencana, dengan kejadian tanah longsor dan banjir yang paling sering terjadi.
Dengan kondisi itu, Indonesia berupaya keras memperkuat mitigasi risiko bencana. Oleh karena itu, panduan SNI sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi dan mengupayakan mitigasi bencana menjadi hal yang sangat penting.
Tentu saja, ditinjau dari sisi kemanfaatannya tidak hanya untuk Indonesia saja, maka kontribusi terhadap dunia, terutama yang memiliki risiko bencana turut dapat memanfaatkan standar penanganan bencana tersebut.
Selain kebencanaan, BSN juga telah banyak mengembangkan standar sektor lain dengan menerbitkan SNI. Produk paling mutakhir adalah yang terkait dengan artificial intelligent alias AI. Komite Teknis 35-01 Teknologi Informasi, telah menyusun standarnya antara lain:
SNI ISO/IEC 20546:2019 Teknologi informasi — Mahadata — Gambaran umum dan kosakata;
SNI ISO/IEC 20547-3:2020 Teknologi informasi — Arsitektur referensi Mahadata — Bagian 3: Arsitektur referensi;
SNI ISO/IEC 23053:2022 Kerangka kerja untuk Sistem Kecerdasan Artifisial (KA) Menggunakan Pemelajaran Mesin (PM);
SNI ISO/IEC 38507:2022 Teknologi informasi — Tata kelola TI — Implikasi tata kelola penggunaan kecerdasan artifisial oleh organisasi.
Secara detail, sesuai dengan Buku Laporan Tahunan, berikut capaian kinerja BSN pada 2023:
005 produk telah menerapkan SNI
034 produk mendapat SNI Bina UMK
328 UMKM dan Organisasi Binaan
328 peserta sosialisasi SNI
531 dokumen SNI telah ditetapkan
328 LPK diakreditasi KAN
17 Skema Akreditasi di akui Internasional
292 sertifikat kalibrasi SNSU
147 pengakuan internasional atas kemampuan pengukuran dan kalibrasi
106 sertifikat e-learning SPK.