Oleh: Drs Djamu Kertabudi, M.si (Penulis, Pengamat Ilmu Pemerintahan dan Politik)
PILKADA Serentak Nasional 2024 sudah sampai pada tahap krusial yaitu pemungutan suara yang digelar kemarin, 27 Nopember 2024.
Hitung cepat yang dikenal dengan “quick count” yang dilakukan beberapa lembaga survey telah diumumkan serentak.
Meskipun “real count” yang merupakan proses perhitungan suara resmi dari KPU masih berjalan, namun hasil “quick count” Ini dapat dijadikan gambaran awal hasil Pilkada 2024 ini.
Reaksi masyarakat terutama dari kelompok elit sebagai pemangku kepentingan sudah barang tentu beragam. Isu miring ditujukan kepada pihak yang memperoleh suara sementara berada di posisi teratas makin kencang.
Hal ini sebagai suatu yang wajar dan sah-sah saja. Toh ada saluran resmi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, melalui pengaduan kepada KPU Daerah atau Bawaslu.
Bahkan sangat memungkinkan setelah hasil perhitungan suara resmi dari KPU diumumkan dapat langsung menyampaikan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun demikian, terlepas dari semua itu, dilihat dari pendekatan pengembangan kehidupan demokrasi, ternyata isu politik identitas terutama yang berkaitan dengan putera daerah – non putera daerah sudah demikian mencair.
Masyarakat tidak lagi melihat dari sisi itu, sangat “wellcome” kepada kandidat siapapun dan dari latarbelakang apapun, sehingga klausul pasal 7 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berbunyi “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”, ternyata dalam implementasinya berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, meskipun di beberapa daerah khususnya di Bandung Barat proses pilkada ini diwarnai penuh dinamika, dan dari awal terdapat penolakan dari sebuah komunitas terhadap kandidat dari pihak luar yang berlatar belakang pesohor.
Namun masyarakat telah menentukan pilihan, kita harus legowo, dan menyambut baik, soal dibalik sebuah kemenangan terdapat dugaan apapun ada saluran resmi yang perlu ditempuh.
Akhirnya, katanya “Vox Viveli Vox Dei” (Suara rakyat, suara Tuhan). Wallohu A’lam.***
Editor: denkur