DARA | BANDUNG — Pemkab Bandung menggelar pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) bagi Kecamatan Layak Anak yang berlangsung di Bale Sawala Soreang, Selasa (30/4/2019). Kegiatan ini merupakan upaya mempercepat terwujudnya Kabupaten Layak Anak (KLA) di Kabupaten Bandung.
Kegiatan yang difasilitasi oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung tersebut menghadirkan narasumber Siska Lestari, S.Sos, S.Ag, dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sekretaris DP2KBP3A Kabupaten Bandung, M. Hairun, S.H.,M.H, mengatakan, pelatihan itu merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini ditujukan untuk terpenuhinya 10 hak anak.Maka, menurut dia, dibutuhkan tenaga terampil, terlatih, dan mumpuni dalam memperkuat komitmen pemerintah bersama masyarakat mewujudkan KLA.
Dalam kegiatan ini pihaknya melatih seratus orang kader yang terdiri dari PKK kecamatan Pokja 1, 2, dan 4 relawan serta para kasi pemberdayaan kecamatan. Tahun lalu pihaknya juga sudah mencanangkan Kelana (Kecamatan Layak Anak) dan Dekela (Desa/Kelurahan Layak Anak) sebagai instrumennya. “Kami lakukan pelatihan ini dengan tujuan mempercepat terwujudnya KLA di Kabupaten Bandung,” kata Hairun.
Dia berharap, semua kalangan perangkat daerah, berbagai elemen, dan masyarakat bisa saling mendukung, mendorong dan memotivasi, serta memperkuat komitmen bersama. Agenda tersebut sangat mendukung visi pembangunan Pemkab Bandung.Dia berharap semua bisa mendukung karena pemenuhan hak anak merupakan tanggungjawab bersama sesuai dengan KHA.
“Untuk itu mari kita kuatkan komitmen sabilulungan, bahu-membahu saling mendukung melalui kegiatan masing-masing perangkat daerah juga perhatian dari masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya, didampingi Kepala Bidang Perlindungan Anak pada DP2KBP3A, Haslili Lindayani Lubis.
Sementara menurut Siska Lestariu, menuju terwujudnya KLA, pemerintah harus menemukan kendala dan potensi permasalahan yang ada di lapangan.
“Harus dirumuskan juga bagaimana Kelana bisa memperkuat Kabupaten Bandung untuk mendukung indikator lainnya. Potensi apa yang dimiliki oleh kecamatan, kemudian tantangan terbesarnya untuk penanganan kasus terhadap anak yang saat ini sedang berkembang. Kuncinya ada di sinergitas semua pihak khususnya pemerintah di wilayah kecamatan dan desa yang mendukung KLA,” ujar Siska.
Dia mengatakan, lima cluster yang menjadi indikator KLA di antaranya hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga, dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, dan pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus, harus sinergis dengan program pembangunan pemerintah.
“Kita upayakan semua hal itu untuk kebutuhan anak. Galakkan lagi permainan tradisional anak, batasi penggunaan gadget, hadirkan lembaga konsultasi keluarga dan gaungkan solidaritas sesama masyarakat untuk mempererat kekeluargaan,” katanya.
Senada dengan Siska, Ketua Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Bandung, Hj. Kurnia Agustina Dadang M. Naser, menyebutkan lima kluster tersebut sangat bersinergis dengan pemerintah. Contohnya untuk kluster pertama mengenai hak sipil dan kebebasan, terimplementasi dalam indikator persentase anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran, tersedia fasilitas Informasi Layak Anak (ILA) dan terlembaganya partisipasi anak.
“Peran kader dalam kluster ini yaitu memastikan jumlah penduduk kategori anak (0-18 tahun) di kecamatan dan di desa. Kemudian memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar anak yang berusia 0-18 tahun ini mempunyai akte kelahiran. Kader juga memberikan penyuluhan tentang tertib adminduk, melaporkan setiap ada perubahan status di kartu keluarga, serta mengajak warga masyarakat agar memanfaatkan pelayanan terpadu di kecamatan – kecamatan,” ujarnya.
Menurut dia, KLA bisa terwujud manakala terbangun dua komponen besar yakni sisi pemberdayaan masyarakat dan birokrasi. Pemerintah dalam hal ini memfasilitasi semua hal yang ada keberpihakannya terhadap hak anak.
Sedangkan dari sisi pemberdayaan sangat banyak. “Selain ibu-ibu PKK, Karang Taruna, tokoh masyarakat, para aghnia bahkan ibu-ibu pengajian juga bisa berkontribusi, mendukung penerapan KHA di tengah masyarakat. Mudah-mudahan terbentuknya Kelana, Dekela, RW layak anak hingga ke tingkat layak anak, bisa menopang perwujudan KLA di Kabupaten Bandung, yang tentu saja sinergis dengan pemerintahnya,” katannya.***
Editor: Ayi Kusmawan