BAGI para wargi urang Bandung pada tahun 80-90-an mungkin tak asing dengan kata Jibeh. Mendengar kata Jibeh, bagi sebagain orang akan langsung flashback dengan permainan masa kecilnya.
Ya, Jibeh atau beunang hiji beunang kabeh merupakan permainan petak umpat khas anak-anak dan remaja Sunda di era 80-90an. Jibeh sering dimainkan saat Ramadan.
Pada era itu, mungkin belum banyak mengenal permainan teknologi canggih seperti smartphone atau console. Siaran televisi pun masih sangat terbatas. Hal itu yang membuat banyak anak-anak lebih menghabiskan waktunya di luar rumah.
Permainan Jibeh dilakukan oleh anak laki-laki seusai mengaji dan salat tarawih. Anak-anak berkumpul dan membagi menjadi 2 kelompok.
Dua kelompok tersebut lalu mengundi siapa yang akan bersembunyi terlebih dahulu. Lokasi bersembunyi biasanya masih di sekitar pemukiman.
Aturannya, bila salah satu anggota kelompok diketahui lokasi persembunyiannya maka seluruh kelompoknya dinyatakan ketahuan. Biasanya saat salah satu kelompok memergoki anggota kelompok yang bersembunyi ia akan berteriak Jibeh dan permainan pun berganti giliran.
Jibeh mungkin sudah jarang dimainkan karena anak-anak saat ini memilih untk bermain dengan gadget-nya seusai pulang tarawih. Tetapi bagi wargi yang pernah bermain jibeh sudah pasti terkenang serunya bermain bersama teman-teman sebayanya.
Bahkan mungkin telah menjadi cerita tersendiri saat bertemu kawan lama. Tak ada salahnya jika anda mengajarkan anak-anak di sekitar tempat tinggal untuk kembali memainkan Jibeh.
Jibeh memiliki banyak filosofi positif. Setidaknya bisa mempererat persaudaaan.
Di luar itu, apabila saat berjalan para wargi melihat sampah, tolong dan membuangnya ke tempat sampah. Sambil mengingat kata Jibeh, beunang hiji beunang kabeh. Bandung bersih jeung saroleh.***
Dikutip dari humas.bandung.go.id
Editor: Ayi Kusmawan