DARA | BANDUNG – Aneka cemilan khas Lebaran ada di tanah Sunda. Selain, ranginang dan opak, ada juga kolontong, makanan renyah dan manis. Banyak dipasarkan di pasar-pasar dan objeck wisata, terutama di Pasar Soreang dan Banjaran, juga di objek wisata di Ciwidey.
Sejumlah pembuat kolontong di Kabupaten Bandung mengaku saat jelang Lebaran sekarang ini omzetnya relatif naik. Permintaan tidak hanya dari pedagang di pasar, tapi juga banyak warga yang datang ke rumah memesan kolontong.
“Alhamdulillah, banyak yang pesan. Ini barokah bulan Ramadan,” ujar Ma Iti pengrajin kolontong dan opak dari Banjaran, Kabupaten Bandung.
Ma Iti, meski banyak pemesan tapi tidak merasa kerepotan. Ia sudah biasa memproduksi kolontong di bulan-bulan biasa untuk dijual ke pasar-pasar. Ma Iti mengerjakannya secara tradisional menggunakan tungku (hawu) untuk menggoreng opak dan kolontongnya.
“Rasanya bakal beda antara menggunakan tungku dengan kmpor gas. Saya tidak tahu, yang jelas menggunakan tungku kolontongnya lebih enak dan tercium wangi, sehingga banyak disukai masyarakat,” ujarnya.
Ma Iti menceritakan sekilas cara memproduksi kolontongnya, yaitu awalnya beras ketan direndam dua malam. Kemudian dibersihkan, lalu dinanak layaknya menanak nasi. Setelah matang, ketan itu ditumbuk dalam jubleg. Setelah halus dicampuri gula putih, diaduk lalu dicitak berbentuk lonjong.
Bahannya adalah, beras ketan, kelapa dan gula putih.
Harga per bungkus atau satu kilo yaitu Rp120.000. ***
Editor: denkur