JAGUNG adalah satu dari komoditas pangan penghasil karbohidrat yang biasa di konsumsi masyarakat.
Ciri khas tanaman bertongkol itu, di antaranya memiliki bulir berwarna kuning. Namun, khas itu tidak lagi berlaku karena saat ini ada jenis jagung dengan bulir yang warna-warni.
Berawal dari kesenangannya mengoleksi plasma nutfah dari berbagai tanaman, salah satunya plasma nutfah jagung, Luki Lukmanulhakim (45), petani asal Kampung Lebak Saat, Desa Cirumput, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat sukses membudidayakan jagung warna-warni di atas lahan tiga hektar.
Selain memiliki warna yang menarik, jagung yang dikenal dengan istilah glass gem corn rainbow itu ternyata memiliki kandungan gizi yang tinggi dan sangat baik bagi kesehatan dibandingkan jagung biasa.
Awalnya dia membeli benih yang berwarna merah, ungu, putih, dan hitam secara online. Setelah mencoba menanam dengan cara silang campur begitu panen bisa menghasikan 12 warna baru.
“Ada yang kuning corak hitam, ada yang di satu tongkol semua warna ada. Bahkan ada yang warna corak seperti batik. Kandungan vitaminnya pun, lebih baik dari jagung biasa,” kata Luki, kepada wartawan, Minggu (23/6/2019).
Meski dari segi ukuran lebih kecil dan rasanya sedikit berbeda dengan jagung manis atau jagung hibrida lainnya, jagung jenis ini punya nilai ekonomis yang sangat tinggi. Perbandingannya, harga jual jagung biasa di tingkat petani sekitar Rp2.000 per kilogram, jagung pelangi bisa mencapai Rp9.000 per kilogram.
“Harganya cukup tinggi. Apalagi kalau dijual dalam bentuk bibit atau benih. Harganya Rp500 per butir,” ujarnya.
Namun ia mengakui masih belum banyak yang mengenal jagung pelangi, bahkan di Kabupaten Cianjur terbilang baru. “Mungkin di Cianjur baru kami yang menanamnya. Tapi kami justru akan mencoba menciptakan pasar sendiri.”
Tak ada perlakukan khusus dalam pemeliharaannya. Bahkan menanam jagung pelangi ini terbilang lebih mudah dibandingkan jagung biasa karena punya masa tanam yang pendek.
“Kalau jagung biasa masa tanamnya 120 hari atau 3–4 bulan. Kalau ini dua bulan sudah bisa panen. Saya sendiri sudah empat kali panen,” ujar Luki.
Dari hasil panennya itu, saat ini ia sudah punya stok benih siap jual untuk 10 hektar dengan 12 varian warna. Meski pemasarannya baru lewat online dan memanfaatkan jejaring, sudah ada banyak pemesannya di sekitaran Jawa Barat.
“Termasuk pemesan dari Pontianak dan Halmahera. Bahkan dari Jakarta ada yang sudah minta disuplai secara rutin,” katanya.***
Penulis: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan