DARA | CIANJUR – Kasus pencabulan tujuh orang anak di bawah umur di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang diduga dilakukan tersangka berinisial TLS (25), seorang calon pendeta sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Cianjur. Rencananya, sidang pertama digelar awal Agustus 2019.
Kuasa hukum para korban, Abdurrahman Syarief, menjelaskan, pihaknya siap mengawal dan memberikan pembelaan untuk kasus yang terungkap berkat laporan orangtua korban ke Polda Jawa Barat. “Segera di sidangkan. Mungkin awal Agustus ini, karena berkasnya sudah lengkap dan sudah dilimpahkan dari Kejaksaan Negeri Cianjur ke Pengadilan Negeri Cianjur,” kata Abdurahman, kepada wartawan, Kamis (25/7/2019).
Menurut Abdurrahman, karena korbannya di bawah umur, sidang akan digelar secara tertutup.
Bagus Taradipa, anggota tim investigasi dari Indonesia Law Enforcement, menjelaskan, TLS (25) sempat mengaku sebagai rasul dan nabi. Bahkan, TLS yang diketahui sebagai motivator dan juga calon pendeta itu juga mengaku memiliki kedekatan dengan sejumlah pejabat tinggi negara.
“Kami akan terus mengawal proses hukum dari tersangka tersebut. Selain itu, pihaknya juga berencana meminta klarifikasi dari sejumlah pejabat tinggi negara yang diakui memiliki kedekatan khusus oleh tersangka TLS,” ujar Bagus.
Berdasarkan penelusuran dari akun IG @yesaya26, tersangka banyak memposting foto-foto bersama pejabat tinggi seperti Menkumham, Yasona Laoly; Menteri KKP, Susi Pujiastuti; Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono; Ketua Umum Partai Nasdem,; Surya Paloh. Bahkan ada foto bersama Presiden RI, Joko Widodo.
“Foto-foto itu diduga digunakan tersangka untuk menakut-nakuti calon korbannya. Bahkan, tidak menutup kemungkinan foto tersebut digunakan untuk mendapatkan keuntungan secara materi,” kata Bagus.
Bagus menyebutkan, orang tua para korban hingga kini masih terpukul atas kejadian yang menimpa anak mereka. Bahkan, keluarga dan para korban masih trauma untuk datang ke tempat peribadatan.
“Makanya, kami berterimakasih kepada jajaran Polda Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Kejaksan Negeri Cianjur yang telah mampu memproses perkara tersebut hingga tahap P21. Kami melihat kasus ini bukan dari sisi agama atau SARA. Tapi murni kriminal yang membuat korbannya mengalami trauma,” ujar Bagus.
Sementara itu, sala seorang ibu korban sekaligus pelapor mengaku baru tahu anaknya menjadi korban pencabulan awal tahun 2019. Padahal kejadiannya telah berlangsung sejak 2014 silam.
“Saya juga tahunya dari orangtua korban lainnya. Tapi mereka takut melapor karena diancam sanksi sosial oleh orang tua pelaku yang merupakan pemuka agama kami,” uajr dia.
Ia menyebutkan, selama ini pelaku mengakui anak-anak itu sebagai anak rohani yang harus dibimbing. Dia sendiri bukan pemuka agama di tempat peribadatan.
“Orangtuanya memang pemuka agama yang sah di tempat kami. Tapi anaknya bukan. Dia hanya sering mengisi ceramah sebagai motivator. Jaringannya luas hingga ke luar negeri, makanya jemaatnya pun banyak yang berasal dari luar Cipanas,” katanya.***
Wartawan: Purwanda