DARA | BANDUNG – Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) menuntut Pemkab Bandung, Jawa Barat mengambil alih pengelolaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Cisirung dengan alasan merugikan masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan saat menggelar aksi di depan Gerbang komplek perrkantoran Pemkab Bandung, Selasa (30/7/2019).
Sekretaris Distrik GMBI Banjaran, Suparman, menyrbutkan, sebelumnya untuk menyampaikan tuntutan itu, pihaknya berniat audensi. “”Mungkin karena jumlah anggota terlalu banyak hingga kami tidak diperbolehkan masuk dan melakukan orasi di gerbang Pemkab Bandung,” katanya.
Ia menyebutkan, aksi tersebut berlangsung, hanya untuk menyampaikan hasil temuan dilapangan, bahwa IPAL Cisirung Desa Palasari Kecamatan Dayeuhkolot tidak layak dipergunakan. Menurut dia, selain bersifat komunal (dipergunakan beberapa pabrik), kapasitasnya juga sangat terbatas.
Akibatnya, lanjut dia, sebagian pabrik membuang limbah langsung ke sungai. Dari pembuangan itu selain menimbulkan bau juga mengakibatkan penyakit kulit terhadap masyarakat.
“Kami meminta agar diambil alih oleh Pemkab Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup agar pengelolaan limbah tersebut bisa sesuai dengan ketentuan,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, Said Sadiman, menuturkan, masalah IPAL di Cisirung beberapa hari lalu sudah disampaikan oleh Suparman. Kalaupun sekarang terjadi audiensi yang diawali orasi, Said tetap tidak dapat memutuskan bisa tidaknya IPAL tersebut diambil alih.
Selain harus ada kajian teknis, lanjut Said, juga perlu pengecekan ke lokasi dengan melibatkan beberapa instansi. “Selanjutnya akan dilakukan analisis secara signifikan dan dilakukan uji kelayakan IPAL tersebut. Masalah pencabutan legalitas atau izin IPAL itu bukan kewenangan DLH,” ujarnya.
Bila kemudian LSM GMBI menuntut Pemkab Bandung mengambil alih izin atau legalitas IPAL itu, ia mempertanyakan dasar pengambilalihan tersebut. Ia pun mempertnayakan pihak yang akan mengelola selanjutnya.
Penyertaan bukti dan data sangat diperlukan untuk pemeriksaan yang memerlukan banyak waktu. “Kami berharap di audensi kedua nanti dengan melibatkan pihak perusahaan pemilik IPAL akan didapat solusi terbaik bagi semua pihak,” katanya.***
Wartawan: Fattah | Editor: Ayi Kusmawan