DARA | Kyai kharismatik KH Maimoen Zubair atau akrab disapa Mbah Moen wafat saat melaksanakan ibadah haji, Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 waktu setempat.
Mbah Moen adalah pengasuh Ponpes Al Anwar, Jalan Karangmangu, Rembang, Jawa Tengah. Ia lahir di Karang Mangu Sarang, Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928.
Mbah Moen putra pertama Kyai Zubair. Sedangkan Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian.
Kiyai Zubair adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang dikenal dengan kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat.
Dilansir galamedianews.com dari Situs laduni.id, Mbah Moen, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, Mbah Moen meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras.
Ia gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.
Pendidikan
Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain. Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa.
Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Silsilah Keilmuan
Pendidikan Awal di Lirboyo
Pada tahun kemerdekaan, Beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, Beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi. Di pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan.
Menuntut Ilmu di Mekah
Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:
– Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
– Syekh Al-Imam Hasan Al-Masysyath
– Sayyid Amin Al-Quthbi
– Syekh Yasin bin Isa Al- Fadani
– Syekh Abdul Qodir Almandily
Menuntut Ilmu di Ulama Besar Jawa
Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al- Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah suci, beliau masih melanjutkan semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada Ulama-ulama’ besar tanah Jawa saat itu.
Penerus Beliau
Putra putra beliau antara lain:
1. KH Abdullah Ubab
2. KH Gus Najih
3. KH Majid Kamil
4. Gus Abd. Ghofur
5. Gus Abd. Rouf
6. Gus M. Wafi
7 . Gus Yasin
8. Gus Idror
dan dua putri, yaitu:
1. Sobihah (mustofa aqil)
2. Rodhiyah (Gus Anam)***
Editor: denkur/ Sumber: galamedianews.com