DARA | JAKARTA – Jawa Barat masih sangat mengandalkan manufaktur sebagai industri padat karya yang berkontribusi terhadap lebih dari 46% PDB daerah ini. Padahal Gubernur Jawa Barat telah menetapkan strategi penyerapan tenaga kerja, termasuk menelaah potensi ekonomi baru.
“Namun sektor manufaktur padat karya tetap menjadi andalan Jabar setidaknya selama lima tahun ke depan,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnajertrans) Provinsi Jawa Barat, M Ade Afriandi, dalam rapat di Gedung Sekretariat Negara Kompleks Istana Merdeka ini, Jakarta, tempo hari.
Oleh karena itu, menurut dia, Pemprov Jawa Barat telah membentuk Task Force (Satgas) Pengupahan dan Task Force Garmen untuk menyelamatkan industri dan perluasan investasi. Dalam hal ini, ia merasa, koordinasi dengan pemerintah pusat penting dilakukan.
“Karena berbagai kebijakan sangat terkait dan menjadi otoritas pemerintah pusat,” ujar dia.
Dalam Rapat bersama Staff Khusus Presiden RI serta Staff Khusus Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan tersebut Disnakertrans Provinsi Jawa Barat berdiskusi sekitar penelaahan kebijakan ketenagakerjaan khususnya situasi dan kondisi di Jawa Barat.
Menananggapi pernyataan M Ade Afriandi, Staff Khusus Presiden RI, Teten Masduki, mengemukakan, saat ini semua pihak harus melakukan upaya secepatnya untuk menaikkan neraca perdagangan yang hingga hari ini (6/8/2019) masih negatif. “Artinya impor kita lebih besar dari ekspor.”
Menurut dia, pertumbuhan alternatif ekonomi baru juga harus dilakukan, terutama di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Kedua sektor tersebut, menunjukkan angka pertumbuhan yang signifikan.
Sementara perluasan tenaga kerja, mensyaratkan ada investasi riil baru yang masuk. “Tapi, investasi ini terhambat oleh syarat-syarat hubungan kerja yang ada di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sehingga, untuk merealisasikan pekerjaan politik, yaitu menyediakan lapangan pekerjaan seluas mungkin bagi masyarakat, pemerintah harus melakukan revisi ketentuan ketenagakerjaan yang ada,” katanya.
Staff Khusus Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Prof. Ahmad Erani Yustika, juga menambahkan, beberapa kebijakan khusus untuk menyelamatkan industri manufaktur padat karya, kini sedang dirancang pihak kepresidenan. Hal ini berkaitan dengan proteksi yang sangat diperlukan untuk menyelamatkan industri pertekstilan dari serangan produk impor, penghapusan berbagai biaya yang memberatkan industri, reformasi kebijakan pengupahan, dan lainnya.
“Dalam waktu dekat, istana akan memanggil provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga mendapatkan masukan penting atas kebijakan industri dan ketenagakerjaan ini,” ujarnya.
Di akhir diskusi, M Ade Afriandi berharap dukungan terbaik dari pemerintah pusat terbaiknya terhadap Jawa Barat dalam melakukan penyelamatan industri dan perluasan investasi. “Menimbang posisi strategis Jawa Barat secara demografis, geografis, dan politis terhadap pusat pemerintahan,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan