DARA | CIANJUR — Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat masih terjadi, meskipun angkanya terus mengalami penurunan.
Sepanjang 2019 berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur, terdapat 17 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. 12 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak.
Kepala Bidang Advokasi dan Penanganan Perkara P2TP2A Cianjur, Lidya Indayani Umar, mengatakan 17 perkara yang masuk selama 2019 terdiri atas 12 kasus persetubuhan, tiga kasus sodomi, dua kasus human trafficking dan satu kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Lidya mengklaim, jumlah perkara yang masuk, terutama kekerasan seksual, menurun dibandingkan tahun sebelumnya, 28 kasus. Sedangkan kasus yang paling banyak, terjadi pada April 2019 dengan enam kasus terdiri atas tiga kasus persetubuhan dan tiga kasus pencabulan/sodomi.
“Angkanya menurun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tahun ini, jumlah kasus yang cukup banyak terjadi pada April lalu. Di mana korbannya merupakan anak di bawah umur,” katanya, Kamis (8/8/2019).
Lydia menyebutkan, secara keseluruhan, korban anak untuk kekerasan seksual sebanyak 24 orang dan empat orang lainnya dewasa. Pihaknya mencatat pada 2017, terjadi 30 kasus persetubuhan, dua kasus pencabulan. Namun untuk kasus sodomi hanya ada 2 kasus.
Sedangkan tahun 2016 sebanyak 65 kasus kekerasan seksual. “Setiap tahunnya terjadi penurunan yang sangat signifikan, baik untuk persetubuhan, sodomi, dan kekerasan seksual lainnya. Kekerasan seksual rata-rata pelaku merupakan orang terdekat, mulai dari tetangga, saudara, paman, kakek, bahkan orangtua,” ujarnya.
Dari sejumlah kasus yang terjadi,menurut dia, sebagian besar dipicu adanya kelainan psikologis, hingga hasrat biologis yang tidak tersalurkan karena pelaku lama ditinggal istri, terutama yang bekerja ke luar negeri.
Kekerasan seksual tersebut, lanjut Lidya, masuk ke ranah kekerasan rumah tangga. Ketika korban tidak mengikuti kemauan pelaku, biasanya dipaksa hingga terjadi kekerasan.
“Anak korban pelecehan seksual akan mengalami gangguan psikologinya, seperti ada rasa ketakutan untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan. Bahkan korban akan takut melihat laki-laki, hingga terus mengalami gangguan tidur,” katanya.
Sedangkan korban sodomi, lanjut Lidya, anak relatif akan berubah perilaku seperti sering berkata kasar, temperamen. Bahkan berpotensi menjadi predator anak atau pelaku sodomi di kemudian hari.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan