DARA | HONGKONG – Dua orang tak dikenal serang Koordinator Front Hak Asasi Manusia Hong Kong (CHRF), Jimmy Sham Tsz-kit. Penyerangan tersebut diduga berkaitan dengan rencana demonstrasi besar-besaran yang bakal digelar besok, Sabtu (31/8/2019).
South China Morning Post, Jumat (30/8/2019) melansir , peristiwa itu terjadi pada dini hari waktu setempat. Jimmy dan seorang asistennya, Law Kwok-wai (40), sebelum penyerangan terjadi sedang bersantap di sebuah kafe di Jalan Tak Hing, kawasan Jordan.
Para saksi di lokasi kejadian mengungkapkan dua orang tidak dikenal yang mengenakan penutup wajah membawa tongkat bisbol dan batang besi mendatangi keduanya. Tanpa basa basi salah satu dari dua orang bertopeng itu, mengayunkan tongkat dan memukuli Jimmy. Satu orang lainya berjaga di luar sambil mengawasi situasi.
Kekerasan pelaku secara sigap dapat dihalau asisten Jimmy sehingga, pukulan tongkat tidak melukai Jimmy tetapi mengenai tangannya. Namun, hal itu mengakibatkan lengan Jimmy memar.
Meski pramusaji di kafe tersebut secepatnya menelpon polisi, tetapi saat polisi datang ke lokasi kajadian, kedua pelaku penyerangan sudah meninggalkan lokasi kejadian.
Polisi tak berhasil mengindetifikasi pelaku. Law lantas menyisir kawasan itu tetapi tidak berhasil menangkap pelaku.
Seperti diketahui Jimmy dan lembaganya memang mengorganisasikan sejumlah demonstrasi di Hong Kong sejak 9 Juni 2019. Saat itu diperkirakan satu juta orang turun ke jalan dalam protes menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi.
Aksi yang sama pada 16 Juni diperkirakan dihadiri dua juta orang. Namun, lambat laun jumlah pengunjuk rasa semakin menurun menjadi ratusan ribu.
Kepolisian Hong Kong sudah menolak permohonan CHRF untuk menggelar demonstrasi besar-besaran pada Sabtu besok atas alasan keamanan publik.
Para aktivis sosial dan kemanusiaan di Hongkong menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.
Para demonstran menganggap sistem peradilan di China acap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing. Mereka khawatir beleid itu digunakan untuk membungkam para aktivis yang tidak sepakat dengan aturan yang diterapkan China.
Berawal dari penolakan RUU ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China.
Kepolisian Hong Kong juga tiba-tiba menangkap aktivis demokrasi setempat, Joshua Wong. Padahal dia baru bebas dari hukuman penjara beberapa waktu lalu.
Aktivis 22 tahun itu telah dua kali dijebloskan ke penjara. Pada 2018 dia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara atas perannya dalam aksi demonstrasi pro-demokrasi “Gerakan Payung” di 2014. ***
Bahan: CNNIndonesia | Pengolah: aldinar