Khawatir menimbulkan kecemburuan hingga kini ratusan kepsek di KBB belum mengikuti Diklat Penguatan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mewajibkan mereka sudah memiliki NUKS hingga April 2020.
DARA | BANDUNG – Hingga saat ini ratusan kepala sekolah (kepsek) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat belum memiliki Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS). Mereka belum mengikuti Diklat Penguatan.
Karena itu, menurut Kepala Bidang Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Disdik KBB, Hasanudin, baru 420 kepala TK hingga kepala SMP negeri yang telah mengantongi NUKS. Diakuinya, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI mewajibkan hingga April 2020 seluruh kepsek sudah memiliki NUKS.
“Baru segitu (420) yang sudah mengikuti diklat penguatan untuk kepsek ini. Sisanya 360 orang lagi, masih kita upayakan agar dibiayai oleh APBN juga,” kata Hasanudin didamping Kepala Seksi (Kasi) Bina Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sudaryat, di Ngamprah, Senin (7/10/2019).
Menurut dia juga, anggaran untuk penyelenggaraan diklat bagi 420 kepsek tersebut bersumber dari APBN tahun 2019. Penyelenggaraannya diserahkan kepada Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS).
Sementara posisi Disdik Pemkab BB dalam hal ini, lnajut dia, hanya sebatas koordinator. Untuk menyelenggarakan diklat tersebut, KBB belum memiliki anggarannya.
Lagi pula, pihaknya pada awal tahun 2019 telah menyelenggarakan diklat bagi 146 pengawas se-KBB, sehingga anggarannya tersedot untuk kegiatan ini. “Kalaupun tahun depan APBD kita memungkinkan, untuk penyelenggaraannya diserahkan ke BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia). Karena diklat yang bisa kita lakukan tidak lebih tiga hari. Untuk diklat seperti itu, dibutuhkan waktu tujuh hari yang menjadi ranah BKPSDM,” ujar Hasanudin.
Ia mengungkapkan, biaya yang dibutuhkan untuk diklat itu, cukup besar. Biaya yang dibutuhkan untuk diklat bagi 360 kepsek tersebut mencapai Rp1 miliar.
Sebenarnya, lanjut Hasan, hal itu bisa dilakukan secara mandiri, peserta membiayai penyelenggaraannya. Beban yang harus mereka tanggung selama 70 jam diklat atau tujuh hari tanpa menginap itu sekitar Rp1,6 juta.
Hanya, ia menuturkan, hal itu bisa menimbulkan rasa cemburu mengingat yang sebelumnya dibiayai pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya berupaya agar pemerintah pusat bisa menyediakan anggaran bagi kepsek yang belum mengikuti diklat.
“Saya mengusulkan, jika memungkinkan sertifikat mereka sebelumnya diakui juga sebagai dasar memiliki nomor register itu, karena jam yang mereka ikuti bahkan lebih dari 70 jam,” ujar dia.
Nomor register tersebut, menurut dia, berlaku juga untuk kepsek swasta. Hanya untuk pembiayaannya diserahkan secara mandiri, sehingga menjadi beban pihak sekolah atau yayasan.
Ia menilai, NUKS sangat penting bagi kepsek sebagai legalitas melakukan administrasi penting seperti penandatanganan ijazah atau pencairan biaya operasional sekolah (BOS). “Kepsek swasta di KBB jumlahnya banyak juga. Sekitar 300-an orang. Jadi kalau dihitung-hitung yang belum mengikuti nomor register kepsek di KBB sampai saat ini, seluruhnya berjumlah 700 orang,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan