Anggaran puluhan miliar rupiah, ternyata belum sepenuhunya dapat menangani sekolah rusak di KBB. Bantuan DAK pada tahun ini mengalami penurunan, sehingga berimbas kepada program perbaikan infrastruktur sekolah baik rehab atau bangun baru di KBB.
DARA | BANDUNG – Kucuran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik untuk SD dan SMP di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, kurang lebih Rp61 miliar, belum sepenuhnya bisa menangani sekolah rusak. Kuota anggaran tersebut terbagi untuk SD Rp35,7 miliar dan SMP Rp25,8 miliar serta pembangunan ruang kelas baru (RKB), laboratorium, dan rehabilitasi ruang kelas.
Kepala Bidang SMP pada Dinas Pendidikan (Disdik) KBB, Dadang A. Sapardan, menjelaskan, dari total 184 SMP negeri dan swasta termasuk SMP terbuka, tidak semuanya mendapatkan bantuan fisik pendidikan dari DAK. Meskipun pihaknya mengusulkan semua kebutuhan perbaikan kelas rusak atau pembangunan baru, pemerintah pusat tidak mengabulkan semua usulan.
“Ya kami mengusulkan sesuai kebutuhan dan fakta kerusakan kelas di lapangan. Tapi kan acuannya kepada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Makanya pada 2019 ini untuk SMP hanya dapat 64 paket bantuan dari DAK,” ujar Dadang saat ditemui di kantornya, Ngamprah, KBB, Selasa (12/11/2019).
Menurut Dadang, dari 64 paket bantuan DAK itu ada yang satu sekolah mendapat RKB dan rehab ataupun hanya laboratorium saja bergantung dari Dapodik dan hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh pusat. Pencairan anggaran langsung diberikan ke rekening sekolah setelah proses MoU dan administrasi selesai.
Dia menyebutkan, akhir Oktober 2019 proses pencairan anggaran sudah dilakukan, sehingga saat ini pelaksanaan fisik sedang dilakukan. “Sekarang ini pengerjaan fisik sedang berlangsung di sekolah-sekolah yang mendapatkan bantuan DAK. Polanya adalah swakelola dan dilakukan oleh Panitia Pembangunan Sekolah (P2S),” katanya.
Sementara itu Kepala Bidang SD pada Disdik KBB, Asep Nirwan mengungkapkan, bantuan DAK pada tahun ini mengalami penurunan. Kondisi itu, menurut dia, berimbas kepada program perbaikan infrastruktur sekolah baik rehab atau bangun baru di KBB.
“Contohnya untuk SD, tahun ini yang mendapatkan bantuan DAK hanya sebanyak 110 paket sekolah. Padahal dari total 709 SD negeri dan swasta, sekitar 50 persennya dalam kondisi rusak. Kami berupaya menutupi sekolah yang tidak tercover bantuan, seperti dari APBD Kabupaten, Provinsi, maupun CSR perusahaan,” ujar Asep.
Asep, yang juga Plt Kasi Sarana SMP ini menilai, faktor penyebab kerusakaan kelas bisa akibat berbagai hal. Misalnya, karena usia bangunan yang sudah tua, kontruksi bangunan tidak kokoh, karena bencana alam, dan lainnya.
“Makanya kebutuhan perbaikan ruang kelas rusak sebenarnya cukup tinggi, namun karena keterbatasan anggaran maka kami melakukan skala prioritas dalam penanganannya. Perbaikan SD kebanyakan adalah rehab kelas dan RKB,” katanya.
Pihaknya pun belum bisa memastikan jumlah paket sekolah yang ter-cover DAK untuk 2020, mengingat angka sementara yang muncul nilai bantuannya menurun dari Rp61 miliar menjadi hanya Rp15 miliar untuk SD dan SMP.***
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: Ayi Kusmawan