Jumlah penduduk Kota Bandung kini berkisar 2-3 juta orang. Semu harus mendapat pelayanan baik dari pemerintah setempat. Karena itu, perencanaan kependudukan bukan sekadara urusan administrasi kelahiran dan kematian penduduk.
DARA | BANDUNG – Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna, meminta, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) setempat, agar grand desain pengelolaan kependudukan bukan lagi sekadar tentang pemerintah mengatur administrasi kelahiran dan kematian penduduk. Lebih jauh, Pemkot Bandung bisa mengendalikan pertumbuhan penduduk, sehingga penduduk yang tinggal bisa mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Kualitas hidup itu, menurut dia, berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasar, seperti pangan, perumahan, kesehatan, hingga pendidikan. Jika pertumbuhan penduduk tak terkendali, maka persoalan domestik lainnya, seperti lingkungan, mobilitas, ekonomi, hingga penegakan hukum akan menjadi masalah susulan yang tak terhindarkan.
Tak sampai di situ, lanjut dia, DPPKB Kota Bandung juga harus bersinergi dengan instansi terkait untuk mengantisipasi lonjakan penduduk berkaitan dengan daya tampung kota. Dengan begitu, setiap rancangan pembangunan dapat saling melengkapi secara utuh.
“DPPKB harus sering ngobrol dengan Bappelitbang, misalnya, karena perencanaan kota ada di sana. Kota ini mau di bawa ke mana, Bappelitbang yang tahu,” katanya, saat membuka Grand Design Pembangunan Kependudukan Kota Bandung, Senin (25/11/2019).
Kini, lanjut dia, jumlah penduduk Kota Bandung telah mencapai 2,4 juta orang. “Itu data yang tercatat, kita biasa sebut dengan data penduduk di malam hari. Sedangkan siang hari bisa mencapai 3,4 juta jiwa karena orang dari luar daerah banyak bekerja di Kota Bandung. Itu juga belum termasuk wisatawan,” katanya.
Bahkan, lanjut dia, jumlah 2,4 juta penduduk di malam hari pun belum sepenuhnya terakomodasi di administrasi kependudukan. Banyak warga non-penduduk yang juga tinggal dan menetap di Kota Bandung, misalnya mahasiswa.
“Di kita itu banyak mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi, mulai dari UPI sampai UIN di Cibiru. Belum kampus swasta, pegawai BUMN, polisi, dan TNI yang juga bertugas di Kota Bandung. Mereka juga adalah penduduk yang harus kita fasilitasi kebutuhan hidupnya di kota ini, karena bicara kependudukan tidak lagi bicara asal administratif,” ujarnya.
Hal tersebut terjadi, menurut dia, karena pesatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung. Banyaknya perguruan tinggi menjadikan Bandung sebagai tujuan belajar mahasiswa se-Indonesia.
Bandung juga telah menjadi destinasi wisata, dan melting po” yang menumbuhkan peradaban baru, sehingga, menurut dia juga, berduyun-duyun orang datang dan menetap di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini.
Sementara itu, Kepala DPPKB, Andri Darusman mengatakan, grand desain pembangunan kependudukan yang dirancang Kota Bandung juga mencakup rekayasa ruang dan sumber daya agar setiap penduduk tetap mendapatkan kebutuhan dasar kehidupannya.
“Di desain ini, kami juga menyiasati penduduk yang tinggal di wilayah yang padat tetap bisa mendapatkan lingkungan yang sehat, rumah tinggal, dan kecukupan masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasar, seperti pangan, kesehatan, dan ruang terbuka,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan