Warga Jalan Prana kecewa, karena sidang perkara penutupan jalan oleh pihak Stukpa Polri, ditunda. Dalam sidang ini Presiden RI, masuk dalam daftar salah satu pihak tergugat, selain Wali Kota Sukabumi dan Gubernur Jawa Barat, serta turut tergugat lainnya.
DARA | SUKABUMI – Upaya hukum yang ditempuh warga Jalan Prana, Kota Sukabumi, Jawa Barat hingga kini belum menemui titik terang. Mereka belum menemui kepastian hukum mengenai penutupan akses Jalan Prana oleh Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri pada September lalu secara sepihak.
Memasuki sidang class action yang diagendakan haei ini, Selasa (10/12/2019), di Pengadilan Negeri (PN) Kota Sukabumi kembali ditunda. Beberapa tergugat dan turut tergugat kembali tidak bisa hadir ke persidangan.
“Yang tidak hadir itu tergugat 1 Presiden RI, tergugat 5 wali kota (Sukabumi). Lalu turut tergugat 2 Menteri Keuangan dan turut tergugat 3 Gubernur Jawa Barat, tidak hadir dalam persidangan,” kata kuasa hukum warga, Andri Yules, seusai menghadiri persidangan.
Sehingga, lanjut dia, agendanya ditunda bulan depan, ada pemanggilan kembali hingga 7 Januari 2020. “Kalau lengkap hari ini, masuk agenda mediasi. Namun karena tidak lengkap sidang diundur bulan depan,” ujarnya.
Ketidak hadiran sejumlah tergugat dan turut tergugat, ia akui, mengecewakan pihak penggugat. Masyarakat, lanjut dia, butuh kepastian hukum dalam waktu cepat mengingat akes jalan tersebut digunakan untuk umum.
“Masyarakat jelas kecewa, karena butuh kepastian hukum yang cepat. Apalagi, saat ini jalan Prana masih diportal buka tutup,” kata.
Menurut dia, jika panggilan pada sidang berikutnya para tergugat dan turut tergugat tidak hadir juga dalam persidangan, sidang akan tetap berjalan. “Mereka yang tidak hadir sidang akan ditinggalkan dan sidang tetap berjalan,” ujar.
Sementara, Kabagremin Setukpa Polri, AKBP M Helmi, menjelaskan, pihaknya siap mengikuti proses persidangan ini, yang dibuktikan dengan kehadirannya hari ini di persidangan. “Dari pihak setukpa dan kepolisian saat ini hadir dalam persidangan. Kami siap mengikuti persidangan selanjutnya,” kata Helmi.
Menurut dia, pemortalan Jalan Prana tidak asal pihaknya lakukan. “Pimpinan kami mengambil tindakan ini karena ingin mengamankan aset negara,” ujarnya.
Kalau dulu, lanjut Helmi, tidak dilakukan penindakan karena masih jarang orang lewat jalan itu. “Saya rasa, di mana-mana tidak ada yang masuk ke dalam lingkungan wilayah asrama dengan bebas, ada pembatasan jadwal,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya juga tidak sampai hati apalagi dalam keadaan darurat kami akan buka. “Mulai jam 9 malam ditutup, pagi dibuka lagi. Kalau ada darurat ada yang jaga disitu, bisa dibuka, kuncinya dipegang di situ,” ujar dia.***
Wartawan: Riri | Redaktur: Ayi Kusmawan