Jarang terdengar ada sapi pasundan. Konon ini merupakan sapi asli Jawa Barat. Sapi tergolong langka ini diyakini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya.
DARA | BANDUNG – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembibitan Ternak Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Kabupaten Bandung Barat (KBB), di Kampung Jambuhala, Desa Celak, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, sedang mengembangkan sapi pasundan (bos sundaicus).
Sapi asli Jawa Barat yang tergolong langka ini diyakini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya. Sehingga, dengan pembibitan yang baik, varietas ini diharapkan jadi sapi unggulan dan berkontribusi dalam penambahan populasinya yang mulai berkurang.
Kepala UPT Pembibitan Ternak Dispernakan KBB, Iip Kusyaman, menjelaskan, pengembangan sapi pasundan ini sudah dilakukan sejak 2018. Saat ini di UPT baru memiliki sepasang sapi betina dan jantan yang diperoleh dari pesisir pantai selatan tepatnya daerah Sancang, Kabupaten Garut.
“Targetnya, dari sepasang sapi pasundan ini bisa berkembang biak menjadi banyak. Karena baru di kembangkan di balai bibit Disnak Provinsi Jabar. Alasannya, karena jenis sapi ini cukup adaptif terhadap cuaca dan tidak gampang sakit,” ujar Iip saat ditemui Kecamatan Gununghalu, Senin (23/12/2019).
Iip menuturkan, sapi pasundan ini memiliki ciri seperti garis punggung, warna tubuh didominasi merah bata, bagian mata dan hidung berwarna hitam, serta ujung ekor hitam dengan gradiasi warna putih pada bagian pelvis dan kaki. Kelebihan lainnya, adalah tahan terhadap penyakit tropis, pemeliharaannya mudah, daya reproduksi tinggi, memiliki kualitas daging yang sangat baik, dan bobotnya bisa mencapai 700 kilogram.
Menurut dia, kondisi cuaca di kawasan Gununghalu relatif cocok untuk pengembangbiakan sapi pasundan. Apalagi, kawasan selatan KBB sudah ditetapkan menjadi zona sentra sapi potong, karena di wilayah utara (Lembang) brand-nya sudah menjadi sentra kawasan sapi perah. Guna mendukung pengembangan sapi potong di selatan, pihaknya berharap bisa memperluas lahan untuk tanaman rumput hijau bagi pakan sapi.
“Perhitungannya satu hektare lahan rumput itu cukup bagi 10 ekor sapi, jika di UPT Pembibitan Ternak saat ini ada 70 ekor sapi, maka idealnya lahan rumput yang ada adalah 7 hektare,” katanya.
Pihaknya tidak terlalu khawatir untuk perluasan lahan, mengingat lahan di selatan masih sangat luas. Apalagi dengan banyaknya binaan kelompok ternak yang tersebar di Kecamatan Cihampelas, Cililin, Sindangkerta, Cipongkor, hingga Kecamatan Rongga, kebutuhan perluasan lahan untuk pakan sangat diperlukan.
“Termasuk untuk pengembangan farmentrepreneur dan agrowisata yang berdasarkan kajian dari Unpad serta rekomendasi Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) KBB, sangat cocok diterapkan,” ujarnya.
Ini, karena kawasan selatan sebagai sumber pakan rumput yang masih melimpah. Ditambah kerja sama dengan masyarakat petani desa hutan wilayah Gununghalu untuk menanam hijauan pakan ternak.
Selain bisa dikembangkan jadi objek wisata peternakan, lanjut Iip, ke depan bisa saja pasokan pakan ternak sapi di Lembang disuplai dari wilayah selatan. Konsep farmentrepreneur dan agrowisata ini pun sejalan dengan keinginan Bupati Bandung Barat yang sedang mengembangkan potensi wisata di selatan.
Pihaknya ingin keberadaan UPT Pembibitan ini dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, karena UPT juga punya tanggung jawab sebagai pemberi edukasi bagi masyarakat peternak, penerapan teknologi dan inovasi, serta penyumbang PAD. “Alhamdulilah sudah banyak masyarakat yang konseling soal ternak ataupun yang magang seperti dari Universitas Garut Fakuktas Peternakan, Unpad, dan SMK 5 Peternakan Pangalengan,” katanya.***
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: Ayi Kusmawan