Ini Fatwa MUI Sikapi Wabah Comid-19

Rabu, 18 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengurus MUI, dari kiri ke kanan: KH. Abdul Rahman Dahlan, KH. Asrorun Niam Sholeh, Prof. Huzaemah Tahido Tanggo, KH. Hamdan Rasyid (Foto : web MUI)

Pengurus MUI, dari kiri ke kanan: KH. Abdul Rahman Dahlan, KH. Asrorun Niam Sholeh, Prof. Huzaemah Tahido Tanggo, KH. Hamdan Rasyid (Foto : web MUI)

MUI menekankan bahwa setiap orang wajib melakukan ikhtiar kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menimbulkan terpapar penyakit. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pokok beragama yaitu Al-Dharuriyah al-Khams.


DARA| JAKARTA- Fatwa MUI tentang ibadah ini menyatakan, orang yang sudah terpapar virus Corona, maka wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada pihak lain. Mereka yang sudah terpapar Corona bisa mengganti Shalat Jumat dengn shalat Zuhur di kediamannya masing-masing.

“Karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH. Asrorun Niam Sholeh, saat membacakan Fatwa tersebut di Gedung MUI Pusat, Senin (16/03).

“Bagi orang yang telah terpapar virus corona, haram baginya melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti shalat berjamaah lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di Masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar,” katanya.

Berikut isi Fatwa MU selengkapnya, yang dikutip dara.co.id dari laman resmi MUI :

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 14 Tahun 2020
Tentang
PENYELENGGARAN IBADAH DALAM SITUASI TERJADI WABAH COVID-19

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENYELENGGARAN IBADAH DALAM SITUASI
TERJADI WABAH COVID-19

Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

COVID-19 adalah coronavirus desease, penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang ditemukan pada tahun 2019.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti
jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di
masjid atau tempat umum lainnya.

b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh penyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.

6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya.

7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.

8. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya haram.

9. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya ( daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19.

Ketiga : Rekomendasi

1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.

2. Umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap Fatwa tentang Penyelenggaran Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19 orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.

3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi orang yang suspect atau terpapar COVID-19. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sudah sembuh ke tengah masyarakat serta tidak memperlakukannya secara buruk.

Keempat : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari membutuhkan penyempurnaan, akan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.

 

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Rajab 1441 H
16 Maret 2020 M

 

Berita Terkait

BPPA Pilih Sembilan Anggota Dewan Pers Periode 2025-2028
Dosen DKV Universitas Paramadina lolos Tjilatjap International Film Festival 2025
Berapa Besaran THR di Era Prabowo? Ini Dia Beritanya
Siaran Ramadan di Medsos Harus Edukatif dan Ramah Anak
TEDxSampoerna University 2025: Dorong Generasi Z untuk Siap Menghadapi Tantangan Global dengan Tema “UpNex”
Breaking News, Sidang Isbat: Awal Ramadan 1446 H Jatuh Hari Sabtu 1 Maret 2025
Polri, BGN dan YKB Uji Coba SPPG Polri di Pejaten dan Cipinang
Pisang dan Semangka Jadi Solusi Meningkatkan Ekonomi Sektor Sawit dengan Model Tumpang Sari
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 Maret 2025 - 23:04 WIB

BPPA Pilih Sembilan Anggota Dewan Pers Periode 2025-2028

Selasa, 4 Maret 2025 - 15:23 WIB

Dosen DKV Universitas Paramadina lolos Tjilatjap International Film Festival 2025

Minggu, 2 Maret 2025 - 09:53 WIB

Berapa Besaran THR di Era Prabowo? Ini Dia Beritanya

Sabtu, 1 Maret 2025 - 13:39 WIB

Siaran Ramadan di Medsos Harus Edukatif dan Ramah Anak

Sabtu, 1 Maret 2025 - 12:48 WIB

TEDxSampoerna University 2025: Dorong Generasi Z untuk Siap Menghadapi Tantangan Global dengan Tema “UpNex”

Berita Terbaru