Pemerintah Mauritius mengklaim mereka sudah berhasil menaklukkan virus corona (Covid-19), karena seluruh pasien dinyatakan sembuh dan belum ada lagi laporan infeksi baru selama 17 hari berturut-turut.
DARA| JAKARTA- Seperti dilansir AFP, Kamis (14/5), negara pulau yang berada di Samudra Hindia itu mencatat ada 332 kasus virus corona, dengan 10 orang meninggal.
Pemerintah Mauritius juga menerapkan penguncian wilayah (lockdown) yang paling ketat di antara negara Afrika lain. Mereka sempat meminta seluruh gerai swalayan selama sepuluh hari lalu kemudian diperpanjang hingga 1 Juni mendatang.
“Kini sudah 17 hari tanpa ada kasus baru. Pasien yang dirawat di Mauritius juga tidak ada lagi,” kata Menteri Kesehatan Mauritius, Kailesh Jagutpal dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi.
“Kita telah memenangkan pertempuran ini dan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang bisa memahami bahwa pemerintah harus mengambil langkah ekstrem, termasuk karantina total, dan menutup supermarket serta perbatasan. Namun, kita belum memenangkan peperangan. Mari kita tetap waspada,” ujar Jagutpal.
Mulai hari ini pemerintah Mauritius mengizinkan toko roti, penjual daging serta ikan kembali dibuka. Meski demikian mereka untuk sementara tetap menutup bar, pusat perbelanjaan dan pasar.
Seluruh sekolah di Mauritius juga tetap ditutup sampai 1 Agustus mendatang. Seluruh pantai juga masih ditutup.
Pemerintah setempat juga tetap membatasi jumlah pengunjung dalam kegiatan pernikahan dan pemakaman. Pakar epidemiologi Mauritius, Deoraj Caussy, mengatakan mereka harus tetap waspada meski kondisi berangsur membaik.
“Sangat dianjurkan untuk melanjutkan pemeriksaan dan menggunakan sampel acak. Tidak ada penambahan kasus bukan berarti ini sudah berakhir dan bisa kembali hidup normal,” kata Caussy.
Pemerintah setempat saat ini sedang sibuk memperdebatkan dua rancangan undang-undang, yakni RUU Covid-19 dan RUU Karantina. Keduanya berisi panduan pencabutan lockdown dan protokol untuk kembali ke kegiatan normal mulai 2 Juni mendatang.
Beberapa usulannya adalah membolehkan pemilik usaha memecah karyawan dengan pengumuman singkat dan memberikan satu bulan gaji, serta polisi diizinkan menggeledah rumah tanpa surat perintah.
Akan tetapi, usulan peraturan tersebut ditentang oleh kalangan aktivis masyarakat sipil dan serikat pekerja, karena dinilai melemahkan kebebasan pribadi dan hak-hak pekerja. Mereka mengatakan jika RUU itu disahkan maka bisa memicu gejolak.
Akan tetapi, hal itu dibantah oleh Menteri Hukum Mauritius, Maneesh Gobin.
“Kita masih harus berkorban untuk kembali ke kehidupan normal. Kami sangat mengharapkan kesadaran masyarakat untuk tidak lengah,” kata Gobin.
Editor : Maji