Dara| Jakakarta – Usianya sudah tak lagi muda, namun Siti Badriah, tegak berdiri di atas mobil komando. Ia menjadi orator aksi. Memprotes hukuman mati pekerja migran asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati oleh Pemerintah Saudi.
Aksi berlangsung di Kedutaan Besar Saudi, Jumat (2/11/2018). “Saya bisa rasakan apa yang Tuti rasakan,” teriaknya.
Lalu apa yang melatarbelakangi Siti menggebu-gebu menyuarakan protesnya. Ternyata, seperti ditulis kompas.com, ia adalah mantan pekerja migran yang juga mengalami perlakuan tak menyenangkan dari majikannya.
“Tuti tidak niat membunuh. Bayangkan mbak, bagaimana jika di negeri orang kita tertekan, tidak ada yang bantu. Lalu dianiaya, mau diperkosa. Apa kepala tidak pecah memikirkannya? Saya yakin dia tidak berniat membunuh, dia korban dan ingin menyelamatkan diri saja,” papar Siti. Pengalaman tak menyenangkan menjadi pekerja migran telah Siti rasakan. Ia mengaku pernah menyusup di kapal sayur untuk bisa pulang ke Indonesia. Pada tahun 2002, melalui agen yang bersertifikat resmi, Siti bertaruh nasib dengan bekerja di Malaysia.
Dalam kontrak perjanjian yang ditandatangani, Siti dijanjikan akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ia akan menerima gaji utuh pada bulan ke-4. Sementara itu, pada bulan-bulan sebelumnya, gaji akan masuk ke agen sebagai ganti uang perjalanan dan jasa penyaluran tenaga kerja.
“Tapi saya bekerja siang malam dan sampai 10 bulan tidak digaji. Saya juga dioper-oper terus, saya dijual kepada majikan lainnya. Saya kemudian bertanya kepada agen itu,” kata dia.
Namun, agen itu tak memberikan jawaban yang membuat lega. Mereka bahkan mengancam akan memberikan sanksi berat jika Siti tak menyelesaikan kontrak. Padahal, dokumen-dokumen pribadi Siti, termasuk paspor disimpan pihak agen. “Saya coba kabur. Lalu saya hubungi KBRI untuk minta pertolongan. Namun, KBRI tidak menjemput juga,” ujarnya, geram.
Ia kemudian pergi menemui calo pekerja migran. Ia dan sejumlah rekannya mencoba pulang ke Indonesia meski tak memiliki dokumen yang lengkap. “Akhirnya saya dan teman-teman yang juga ingin pulang diberikan jalan keluar oleh calo dengan menyusup dalam kapal sayur,” ujar dia seraya menambahkan, karena perjalanan tidak resmi terpaksa harus tengkurap dan ditutup sayur-sayuran agar tidak ketahuan oleh petugas imigrasi.
Siti akhirnya dapat kembali ke tanah air dengan selamat. Menurutnya, masih banyak pekerja migran di luar sana yang mengalami nasib malang. Ia berharap, aksi-aksi yang ia dan rekan komunitasnya lakukan dapat mengetuk hati pemerintah untuk meningkatkan perlindungan kepada pahlawan-pahlawan devisa negara ini. “Kami hanya bisa berjuang. Semoga didengar,” kata Siti.***
Editor: Denkur
Bahan: Kompas.com