Deddy Corbuzier mewawancarai Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan Periode 2004-2009. Video-nya diunggah di akun youtube Deddy dengan tajuk, “Siti Fadilah, Sebuah Konspirasi-Saya Dikorbankan”. Lalu, apa kata Dewan Pers?
DARA | JAKARTA – Pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menyatakan wawancara itu melanggar prosedur karena tidak memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Ditjenpas, Kantor Wilayah Kemenkumham, dan UPT Pemasyarakatan.
Dikatakan Kabag Humas dan Protokkol Ditjenpas, Rika Aprianti, dalam keterangan persnya, kegiatan liputan dan wawancara Siti Fadilah dan Deddy Corbuzer tidak sesuai dan tidak memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Ditjenpas, Kantor Wilayah Kemenkumham dan UPT Pemasyarakatan, Pas No. MHH-01.IN.04.03, 5 Oktober Tahun 2011.
Menurut Rika, peliputan untuk kepentingan penyediaan informasi dan dokumentasi harus mendapat izin secara tertulis dari Ditjenpas.
Dijelaskan Ditjenpas, Siti diwawancarai oleh Deddy ketika dia sedang dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pada Rabu (20/5/2020).
Deddy disebut tak mengantongi izin tertulis dari Ditjenpas. Wawancara juga tanpa pendampingan pegawai pemasyarakatan dan membahas topik yang tak berkaitan dengan bimbingan narapidana.
Menanggapi video wawancara Deddy Corbuzier dan Siti Fadilah ini Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Chairuddin Bangun, mengatakan, pihaknya hanya berwenang menyelesaikan sengketa terhadap produk jurnalistik yang disiarkan media massa berbadan hukum, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pers.
Menurut Hendry, dari sisi produk, konten Youtube itu sudah bisa disebut produk jurnalistik. Pasalnya, kata Hendri, kontennya sama saja dengan konten yang dibuat oleh media massa.
“Saya sendiri menilai, per definisi, sudah bisa disebut karya jurnalistik,” kata Hendri, seperti dikutip dara.co.id dari Republika.co.id, Rabu (27/5/2020).
Bahkan, lanjut Hendry CH Bangun, Deddy sudah bisa disebut sebagai seorang wartawan. “Dia melakukan (wawancara) berkali-kali dan secara sengaja untuk disiarkan ke publik. Dari sisi ini dia juga per definisi sudah bisa disebut wartawan,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, dari aspek legal, karya jurnalistik harus disiarkan oleh perusahaan pers berbadan hukum. “Nah, ini yang saya tidak tahu,” ujarnya seraya menambahkan, hal ini perlu dinilai terlebih dahulu oleh panel ahli di Dewan Pers.
Menurut Hendry, salah satu definisi wartawan adalah secara rutin melakukan tugas jurnalistik atau memproduksi karya jurnalistik.
Hendry berpendapat bahwa karya Deddy Corbuzier di youtube yang berupa laporan dan wawancara sudah masuk kategori produk jurnalistik yang dilakukan secara rutin.
“Jadi kalau dia melakukan secara rutin, dari sisi itu dia sudah dalam tanda kutip wartawan sih. Iya, dia sudah banyak kan produk jurnalistik di youtubenya,” kata Hendry seperti dikutip dari wartakotalive.com, Rabu (27/5/2020).
Lebih lanjut, Hendry menjelaskan ada 3 syarat disebut sebagai wartawan, yakni pertama, dia secara rutin melakukan tugas jurnalistik atau memproduksi karya jurnalistik. Kedua, dia bekerja di perusahaan pers. Ketiga, perusahaan pers itu harus berbadan hukum.
“Tapi bisa saja Deddy Corbuzier tidak memiliki badan hukum, tetapi jika dari urutan pertama dan kedua tadi sebenarnya dia pelakunya dia produsernya, jadi dari sisi itu sebenarnya yang dia hasilkan sudah produk jurnalistik,” kata Hendry.***
Editor: denkur