“Warga yang datang harus cuci tangan dulu. Prosedur kedua, antre menuju wudhu. Wudu juga antre, ada jarak. Tempat wudu juga kerannya tidak dibuka semua, diselang-seling sehingga wudu pun ada jarak,” kata Ridwan Kamil.
DARA | BANDUNG – Menjelang memasuki Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil melakukan simulasi ibadah di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan.
Dalam kegiatan tersebut, ia mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai standar protokol kesehatan di tempat ibadah, khususnya masjid.
“Warga yang datang harus cuci tangan dulu. Prosedur kedua, antre menuju wudhu. Wudu juga antre, ada jarak. Tempat wudu juga kerannya tidak dibuka semua, diselang-seling sehingga wudu pun ada jarak,” kata Ridwan Kamil saat meninjau kesiapan penerapan protokol kesehatan di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan Padalarang, KBB, Sabtu (30/5/20).
Tak hanya itu, nantinya jamaah akan di check suhu sebelum tubuh sebelum jamaah memasuki ruangan masjid dan melakukan ibadah.
Gubernur yang akrab disapa Emil itu meminta kepada petugas masjid, agar bertindak tegas saat mengetahui ada warga dengan suhu tubuh di atas batas normal yakni 37,5 derajat celcius. Selain itu, tanda jarak aman antar baris atau shof salat juga tidak boleh dilanggar.
“Warga yang suhunya 37,5 derajat celcius ke atas, tidak masuk kategori wajib salat berjemaah di masjid, karena punya risiko kesehatan. Masuk ke dalam, siap salat, para jemaah harap melihat ke bawah, kalau tandanya silang itu spot yang tidak boleh dipakai untuk salat, maka salat boleh berjarak,” ujarnya.
Terkait pelaksanaansSalat Jumat berjamaah, Emil menjelaskan bahwa salat Jumat tidak bisa dilaksanakan secara bergiliran dan masyarakat disarankan untuk membawa sajadah masing-masing. Selesai salat pun, masyarakat harus mengikuti arahan petugas masjid untuk membubarkan diri secara teratur dan tidak berkerumun.
“Fatwa sementara dari MUI, tidak ada aplusan (giliran) dalam salat Jumat. Maka nanti diatur, kalau di dalam interiornya (ruang salat) sudah penuh, silahkan salat di halaman, di paving block sampai ke jalan, dan direkomendasi tadi bawa sajadah sendiri. Nanti pulangnya pun tunggu pengumuman. Jangan seperti biasanya (berkerumun),” terangnya.
Menurut Emil, konidisi ini tentunya akan membuat warga tidak nyaman, namun tapi inilah cara paling baik menyeimbangkan antara protokol kesehatan dengan syariat beribadah.
Sementara itu, Ketua MUI Provinsi Jabar, Rachmat Syafei mengatakan, pelaksanaan salat berjamaah dengan bergiliran atau shift hanya boleh dilakukan pada salat wajib lima waktu (fardhu) dan tidak berlaku untuk salat Jumat.
“Khusus untuk Jumatan, tidak ada shift-shift-an. (Misalnya) biar panjang sampai alun-alun pun (biar) begitu saja. Tapi kalau berjamaah seperti biasa (salat fardhu), bisa shift-shift-an,” kata Rachmat.***
Editor: Muhammad Zein