DARA | JAKARTA – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) merilis catatan akhir tahun 2018. Isinya periode 2014-2018 agraria mengalami konflik mengakibatkan 41 orang diduga tewas, 546 dianiaya dan 51 orang tertembak.
Dewi Kartika, Sekjen KPA, mengatakan, konflik tanah menyebar di seluruh Indonesia, didominasi Riau, Sumatra Utara dan Jawa Barat sejak 2014. Pada akhir tahun lalu, Riau menyumbang 42 konflik, Sumatra Utara 23 konflik dan Jawa Barat.
Luas konflik tanah sendiri mencapai 807.177 hektare dengan didominasi sektor perkebunan sawit yakni mencapai 591.640 hektare. Lainnya antara lain adalah kehutanan (65 ribu hektare); pesisir (54 ribu hektare); dan pertambangan (49 ribu hektare).
KPA mencatat konflik itu menyebabkan warga diduga ditembak, dianiaya hingga dikriminalisasi. “Secara akumulatif, sejak kepemimpinan Jokowi sedikitnya 41 orang tewas di berbagai wilayah konflik agraria, 546 dianiaya,” kata Dewi dalam laporan tersebut. Dilanisr dari CNN, Jumat (4/1).
KPA juga mencatat konflik itu menghasilkan 51 orang tertembak dan sedikitnya 940 petani dan aktivis dikriminalisasi. Laporan itu juga menyebutkan dugaan kekerasan itu dilakukan polisi, jasa keamanan swasta hingga militer.
Konflik yang terjadi pada 2018 masih didominasi persoalan antara warga dan swasta yakni mencapai 244 kasus. Sedangkan lainnya adalah warga-pemerintah 58 kasus, antarwarga 36 kasus, warga-BUMN 31 kasus, dan warga-aparat 21 kasus.
KPA menilai redistribusi lahan yang dijalankan pemerintahan Jokowi-JK masih belum maksimal. Dewi menuturkan sertifikasi lahan yang dijadikan unggulan saat ini, masih mengulang kesalahan pemerintahan sebelumnya.
“Redistribusi tanah pemerintahan Jokowi-JK mengulang kesalahan yang sama dari rezim SBY. Sertifikasi tanah kembali dijadikan unggulan, dan sayangnya diklaim sebagai implementasi Reforma Agraria,” ujarnya.***
Editor: denkur