Bila berkunjung ke Balai Kota Bandung ada ikon yang kerap terlihat di sana, yakni badak putih. Namun, tak serta merta sang badak berada di tempat tersebut.
DARA | BANDNG – Berdasarkan buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, Haryoto Kunto mengatakan, pada 1866, setengah abad sejak Kota Bandung didirikan setelah pindah dari Dayeuhkolot yang kini masuk wilayah Kabupaten Bandung, orang masih melihat kawanan badak yang berkeliaran di daerah Cisitu, beberapa ratus meter dari sebelah utara Kampus Institut Teknologi Bandung.
Bahkan, dikisahkan pula pembangunan Bandung masa itu sering terhalang kawanan hewan buas seperti harimau, macan tutul, dan badak.
Sejumlah sumber juga menyebutkan, terdapat beberapa tempat pangguyangan badak di jaman baheula, salah satunya tak jauh dari Pendopo Kota Bandung. Oleh karenanya, sekitar tempat tersebut diberi nama Jalan Cibadak, yang kini menjadi pusat pertokoan. Mungkin hal itu juga yang membuat adanya patung badak di Balai Kota Bandung hingga saat ini.
Pemilihan pusat pemerintahan Kota Bandung di Jalan Wastukencana lantaran kawasan tersebut dulunya merupakan pangguyangan badak.
Tempat-tempat lainnya yang sebelumnya merupakan lokasi pangguyangan badak yakni Rumah Sakit Umum Rancabadak (sekarang Rumah Sakit Hasan Sadikin), dan juga Institut Teknologi Bandung.
Wali Kota Bandung kala itu, Husen Wangsaatmadja sempat menceritakan kisah tentang patung badak putih di salah satu surat kabar pada 1981. Menurutnya, monumen Badak putih di halaman Balai Kota Bandung, sama sekali bukan lambang daerah. Melainkan merupakan simbol kerinduan akan kehadiran kembali kelestarian alam yang sehat, tertib, tanpa kekurangan air, serta pepohonan rindang.
Monumen tersebut juga merupakan pencerminan kehendak Bandung saat itu dan masa mendatang untuk kembali memiliki lingkungan yang subur dan teratur. Badak Putih menjadi representasi tekad Kota Bandung guna mengembalikan keadaan lingkungan yang sehat.
“Penempatan monumen Badak Putih juga sebagai perlambang betapa manusia sebenarnya tidak bisa hidup tanpa kehidupan satwa. Hewan itu tak perlu dibenci apalagi dimusnahkan. Kemusnahan hewan-hewan liar akan berarti pula musnahnya atau rusaknya tata lingkungan yang sehat,” ujar Husen ketika itu.
Lalu kenapa berwarna putih? Husen menerangkan, diantara badak yang terdapat di Bandung kala itu ada seekor badak yang memiliki warna berbeda, yakni putih, dan diduga merupakan pemimpin hewan jenis mamalia tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan monumen badak di halaman Balai Kota Bandung juga berwarna putih. Kehidupan badak tidak lepas dari sejarah pertumbuhan Kota Bandung.
“Tidak salah kiranya jika dibuat suatu monumen badak putih, untuk mengenang kelestarian alam yang sempurna pada masa lalu, sambil mencoba mengembalikan kembali kondisi itu bagi masa kini dan mendatang,” kata Husen.
Dalam dada kami tak pernah padam mengemban tugas meneruskan harapan agar nama dan titipan ini Bandung semerbak sepanjang masa. Itu tulisan yang tercantum pada prasasti peresmian yang diabadikan di bawah patung badak.***
Editor: denkur