Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan Kabupaten Bandung berhasil mengekspor 30 ton ubi jalar ke Hongkong setiap bulannya, sehingga pertahunnya bisa mencapai ekspor hingga 360 ton.
DARA | BANDUNG – Emil berharap, ekspor ini tidak hanya untuk Hongkong, namun juga negara besar lainnya.
“Mudah-mudahan kita bisa ekspor ke negara-negara besar lainnya agar setiap tahunnya ada ribuan ton yang bisa diekspor,” ujar Emil saat acara Gerakan Ekspor Tiga Kali (Gratieks) produk tanaman pangan di Jawa Barat di Aula Desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung, Selasa (8/9/2020).
Dengan banyaknya jumlah ekspor ubi jalar, menjadi salah satu bukti ketangguhan ekonomi selama Pandemi Covid 19 yaitu dari sektor ketahanan pangan di bidang pertanian.
Emil berharap petani bisa menjaga kualitas produknya. Pernah ditemukan kasus ekspor produk tertentu yang ditolak karena ditemukan serangga.
“Hal-hal seperti itu harus diselesaikan sejak di tingkat desa dan tingkat koperasi,” sambungnya.
Menurut Emil, ubi jalar ini memiliki keistimewaan. Sangat cocok tumbuh di tanah tropis.
Kabupaten Bandung memiliki tanah yang sangat subur, berdasarkan penelitian salah satunya di Cekungan Bandung.
“Ubi jalar ini di luar negeri dijadikan tepung untuk kue, es cream, dan lainnya. Harapan saya, tolong dicari negara-negara lain yang punya gaya hidup dan kebutuhan ubi jalar seperti di Hongkong,” tuturnya.
Selain itu, kata Emil, untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, negara harus merogoh kocek hingga Rp17 triliun.
Emil mengaku pihaknya akan mengunjungi lahan dengan luas seribu hektar yang ada di Kabupaten Bandung, yang akan digunakan sebagai lokasi sapi susu perah dan pertanian terpadu, sehingga akan lebih bermanfaat untuk petani, peternak hingga bisa membawa swasembada pangan.
“Saya yakini setelah pandemi Covid 19 ini, orientasi kami lebih banyak ke pertanian yang dilengkapi dengan teknologi 4.0,” katanya.
Pihaknya pun akan mendorong anak-anak muda mau tinggal di desa agar jauh dari penyakit dan jauh dari Covid 19. Oleh karena itu, jika ada anak muda yang tinggal di desa tapi rejeki kota, maka harus menguasai digital.
“Saat ini kita sedang kampanyekan petani milenial dan peternak milenial yang tinggal di desa berbisnis ketahanan pangan, tapi menggunakan keahlian digital untuk berjualan atau untuk transaksinya,” pungkas Emil.***
Editor: denkur