Calon Bupati Bandung nomor urut 1, Kurnia Agustina mendorong pertanian Kabupaten Bandung menjadi smart farming. Menurutnya, jika pengelolaan produk pertanian menggunakan teknologi, maka akan lebih meringankan pekerjaan dan manfaatnya akan mencangkup kalangan masyarakat luas.
DARA | BANDUNG – Wanita yang akrab disapa Teh Nia ini, mencontohkan Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi besar dibidang pertanian.
Tapi, lanjut Teh Nia, proses produksi pertanian secara konvensional masih banyak memonopoli. Padahal, jika menggunakan teknologi, maka bisa meringankan kegiatan pertanian.
“Dalam satu kawasan, ketika kita menanam jagung dengan metode smart farming, untuk mengetahui di sudut mana, misal hama tikus berada. Misalnya dengan menggunakan metode drone, maka itu akan kelihatan, kita nggak usah muterin lahan untuk pemetaan, hasilnya pun lebih tepat, langsung to the point, nggak perlu nyari nyari lagi, akurasinya lumayan 70-80 persen,” ujar Teh Nia saat wawancara di Cangkuang, Selasa (20/10/2020).
Teh Nia mengakui bahwa penggunaan smart farming ini masih memunculkan sejumlah pertanyaan. Yaitu apakah sumber daya manusianya siap jika ditarik ikut ke teknologi 4.0 yaitu smart farming. Teh Nia mengatakan masih ada masyarakat yang belum mau menggunakan teknologi, karena takut teknologi tersebut bisa menggantikan manusia di dunia pertanian.
“Atau masih nyaman di model konvensional. Contoh kecilnya, misalnya didaerah ada yang panen dengan cara konvensional, pasti dikerjakan oleh beberapa orang, karena ketika dikenakan teknologi tepat guna, yang notabene bisa membantu tugas mereka (petani), tapi kan belum tentu mau, dengan alasan, ini yang ngerjainnya jadi lebih sedikit, kalau kemaren mah bisa kebagi serantang ewang beras teh, ari ayeuna mah, misal ceu Isah nggak kebagian, Ceu Acih kumaha,” tutur Teh Nia.
Oleh karena itu, harus ada beberapa tahapan pemetaan potensi yang harus disosialisasikan kepada masyarakat. Apalagi teknologi ini memiliki manfaat yang lebih banyak lagi dan efek dominonya untuk menghasilkan produksi yang lebih melimpah lagi. Teh Nia mengungkapkan ada beberapa tahapan yang untuk mengetahui potensi di masing-masing wilayah. Kata Teh Nia, bisa dilihat dari capaian indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya yaitu bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.
“Dari situ bisa menjadi standar, sebenarnya akan dibawa kemana, bentuk pengembangan pembangunannya yang cocok sesuai karakter kewilayahan tersebut,” katanya.
Selain IPM, kata Teh Nia, Kabupaten Bandung juga memiliki Indeks Desa Membangun. Sehingga, setiap desa bisa mengetahui indikatornya, apakah masuk desa mandiri, desa berkembang atau desa maju.
“Ketika kita sudah mengetahui komponen itu, sudah ada peta berarti, kecenderungan ini akan bagus nih, dikembangkan menjadi daerah marketing atau daerah industri dan lainnya,” sambungnya.
Terakhir, Teh Nia meminta seluruh komponen yang berkutat di bidang pertanian harus bersinergi. Misalnya meneliti tentang seberapa efektif program pola tanam. Jadi, jangan sampai ada pola tanam yang sama sehingga hasilnya melimpah tapi membuat harga jadi jatuh.
“Seberapa efektifkah keberadaan teman-teman penyuluh memberikan sosialisasi kepada para petani kita. Teman-teman penyuluh, memiliki teori yang lebih banyak, tapi untuk aplikasi di lapangan pasti jagonya petani yang sudah bertahun-tahun dengan metode organik sendiri untuk meramu siasat pertanian,” papar Teh Nia.
Dengan adanya keterpaduan dari berbagai pihak, maka petani akan lebih mandiri dalam hal pemasaran. Jadi tidak bergantung pada tengkulak. Misalnya, dalam hal pemasaran, petani bisa menerapkan metode online yaitu menggunakan whatsapp.
“Ini butuh keterbukaan pola pikir dan tahapan, yang mudah-mudahan berkenan di teman-teman petani, untuk keluar dari zona nyaman,” pungkas Teh Nia.***
Editor: denkur