Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana (Foto: Bambang Setiawan/dara.co.id)
Kabupaten Cirebon urutan ke empat di Jawa Barat soal jumlah penderita kusta. Kini mencapai 204 orang. Lalu, apa yang harus dilakukan?
DARA | CIREBON – “Penderita kusta di Kabupaten Cirebon, sebagian besar berada di tiga kecamatan, yaitu Losari, Asjab dan Kecamatan Kapetakan,” kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana, Senin (17/11/2020)
Menurutnya, berdasarkan prevalensi, urutan ke empat tersebut setelah Kabupaten Karawang, Indramayu dan Subang. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.177.065 pada tahun 2019, total sudah 204 kasus kusta ditemukan. Artinya, hampir di setiap dua desa terdapat satu kasus.
Sedangkan untuk proporsi kasus pada anak, sebesar 746 atau ada 15 kasus. Lalu proporsi cacat tingkat Il, sebesar 1146 atau ada 22 kasus.
“Ini menunjukan penularan kusta masih berlangsung dan ada keterlambatan dalam deteksi dini kasus,” ujar Nanang.
Sejauh ini, layanan kusta hanya dilakukan oleh petugas kusta Puskesmas dan belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam program lain. Berdasarkan data, hanya 534 pengelola program P2 kusta telah terlatih dalam pengendalian kusta. Sementara frekuensi dan kualitas supervisi serta keterlibatan masyarakat, masih rendah.
“Persoalannya karena belum ada kegiatan yang dirancang dengan baik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Ini dapat mengakibatkan tingginya stigma, keterlambatan dalam deteksi dan rendahnya kepatuhan berobat,” jelas Nanang.
Nanang menilai, perlu adanya upaya mempercepat penemuan kasus dan menghentikan transmisi kusta. Hal itu sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh WHO dalam eliminasi kusta. Kegiatan di Sulawesi Utara beberapa waktu lalu, merupakan penguatan sistem kesehatan untuk program P2 Kusta di Puskesmas. Hasilnya, bisa peningkatan penemuan kasus baru dan juga memotivasi pengelola program P2 Kusta Puskesmas.
“Ada strategi lain yang digunakan di Sulawesi Utara yaitu pembentukan Desa Sahabat Kusta (DESAKU) di Kabupaten Minahasa. Kami adopsi di Kabupaten Cirebon saat ini. Tujuannya membangun lingkungan masyarakat yang inklusif untuk mendukung pengurangan stigma. Program ini juga mencegah diskriminasi pada pasien kusta dan orang yang pernah menderita kusta (OYPMK),” ujarnya.
Namun lanjut Nanang, program DESAKU, Resiko yang dihadapi adalah naiknya kusta di tiga wilayah Kecamatan tersebut. Hal itu karena tracing akan terus dilakuka. Tetapi dengan kegiatan itu, bisa mencegah penularan secara dini dan pencegahan ke cacatan apabila ada masyarakat yang terlambat diketahui.
“Penderita kusta itu kan kemungkinannya mereka tidak paham menderita kusta. Ada juga yang malu kena penyakit kusta tapi enggan memeriksakan diri. Selama ini masih ada anggapan kusta adalah kutukan, padahal sebetulnya bisa disembuhkan. Dengan pengobatan rutin minimal satu tahun, insya allah bisa sembuh, dan semuanya gratis,” kata Nanang.***
Editor: denkur