DARA | BANDUNG – Situ Cisanti, hulu sungai Citarum. Dari danau itulah, titik nol air mengalir. Bening dan dingin selaras dengan udara alam Gunung Malabar yang bertengger di sana.
Tujuh mata air menyatu di situ Cisanti yaitu mata air Cikahuripan, Cikoleberes, Cihaniwung, Cikawudukan dan Cisanti. Lalu, mengalir perlahan mengarungi kelok sungai dan batu-batu kecil hingga ke hulu di Sanghyang Tikoro Padalarang.
Cisanti dikelilingi Gunung Wayang, Gunung Malabar, Gunung Bedil, dan Gunung Rakutak. Tak heran jika udara di sana dingin dan sunyi memberi kenyamanan pada pengunjung yang bersantai di bangku-bangku taman pinggir danau.
Citarum Harum adalah program terobosan untuk mensterilkan sepanjang Citarum, termasuk hulunya yaitu Cisanti. Hasilnya sekarang Cisanti tertata dengan baik, asri dan indah. Program revitalisasi Citarum itu pun cukup berhasil.
Situ Cisanti berada di Kampung Pejaten, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. 60 km dari Kota Bandung.
Banyak perubahan sejak TNI menggarap Citarum Harum. Sekarang jalan setapak di bantaran Situ tertata dengan baik, jalan kecil berbatu kerikil meliuk-liuk dibatas pagar kecil warna warni. Hanya saja, memang masih perlu terus pembenahan terutama di bukit-bukit yang kalau tidak dilapisi tembok dikhawatirkan longsor.
Pemandangan menarik lainnya di Cisanti ternyata ada dua makam yang disebut patilasan, yaitu patilasan Prabu Siliwangi dan patilasan Dipati Ukur.
Patilasan Prabu Siliwangi letaknya di ujung jalanan batu tersebut. Konon, itu adalah tempat mandi Prabu Siliwangi. Menurut cerita, Eyang Prabu Siliwangi dulu pernah ke Situ Cisanti untuk mandi dan bersemedi.
Lalu, Dipati Ukur adalah seorang Bupati Priangan abad ke-17. Dipati Ukur memimpin pasukan untuk menyerang Belanda di Batavia pada 1628. Dipati ukur sering ke Situ Cisanti untuk bersemedi dan mengatur strategi sebelum menyerang Belanda.***
Editor: denkur